Dalam akhir diskusi PPh Badan, salah seorang peserta menghampiri penulis dan bertanya seputar ketentuan terbaru atas transaksi di kawasan berikat khususnya Pajak Pertambahan Nilai, apakah transaksi di Kawasan Berikat sekarang ini mutlak menggunakan kode transaksi  07?. Pertanyaan tersebut sangat berhubungan dengan tulisan berjudul “Bila Kawasan Berikta Melakukan Restitusi?” di mana dalam tulisan tersebut disimpulkan bahwa tidak semua pemasukan barang dari tempat lain di dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat menggunakan kode 07, hal-hal dibawah ini harus menggunakan kode transaksi 01 dan dapat dikreditkan sepanjang telah memenuhi persyaratan formal dan material sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, yaitu :

  1. Pajak Masukan atas barang-barang untuk konsumsi di Kawasan Berikat dan bukan merupakan bahan baku atau bahan pembantu, seperti makanan, minuman, bahan bakar minyak, dan pelumas.
  2. Pajak Masukan atas perolehan BKP berupa barang modal
  3. Pajak Masukan atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak baik dari dalam atau dari luar daerah pabean.

Ketentuan tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan nomor 147/PMK.04/2011 stdtd nomor 120/PMK.04/2013 tentang Kawasan Berikat. Dengan keluarnya Peraturan Menteri Keuangan nomor 131/PMK.04/2018  tentang Kawasan Berikattanggal  21  September 2018 diundangkan tanggal 26 September 2018 dan berlaku 60 hari sejak tanggal diundangkan, maka ketentuan sebelumnya tentang kawasan berikat dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Lalu bagaimana perlakuan kode transaksi 01 dan o2 tersebut? Apakah ada perubahan? Berikut ini akan penulis tuangkan dalam tulisan berikut terkait perubahan ketentuan tentang Kawasan Berikat, semoga memberikan informasi yang bermanfaat.

Pertimbangan Perubahan

Meningkatkan ekspor dan investasi serta pengembangan industri nasional sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden nomor 91 tahun 2017 tentang percepatan pelaksanaan berusaha adalah pertimbangan terbesar dilakukan perubahan tentang Kawasan Berikat.  Dalam satu kesempatan Wakil Menteri keuangan Mardiasmo mengatakan keluarnya kebijakan ini diyakini akan memberikan kemudahan bagi pelaku usaha khususnya ekspor. Diharapkan 1 (satu) banding 3 (tiga) Impor 1 (satu) ekspor 3 (tiga) sehinga bisa memperbaiki defisit  transaksi berjalan atau Current Account Deficit/CAD).

  • Sebelumnya pemberian izin penyelenggara Kawasan Berikat ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri sekarang oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala kantor Pelayanan Utama atas nama menteri.
  • Demikian juga izin pengusaha kawasan berikat dan izin PDKB.
  • Untuk mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, perusahaan yang akan menjadi Penyelenggara Kawasan Berikat harus mengajukan permohonan, permohonan yang sebelumnya diproses 15 hari sejak permohonan diterima lengkap  sekarang menjadi 3 hari  terhitung setelah pernyataan kesiapan pemeriksaan lokasi sebagaimana disampaikan dalam permohonan.

PPN Tidak Dipungut

Pembebasan Cukai dan/atau tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM diberikan atas barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean yang dimasukkan ke Kawasan Berikat dari:

  • tempat lain dalam daerah pabean;
  • Tempat Penimbunan Berikat lainnya;
  • Kawasan Bebas;
  • kawasan ekonomi khusus; dan/atau
  • kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Apabila pemasukan barangke Kawasan Berikat  berasal dari bukan pengusaha kena pajak; dan/atau bukan termasuk penyerahan barang kena pajak, maka terhadap barang dimaksud tidak dikenai PPN atau PPN dan PPnBM, serta tidak diterbitkan faktur pajak.

Terhadap barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean yang dimasukkan ke Kawasan Berikat yang dilakukan  pembebasan Cukai dan/atau tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM, meliputi :

  • barang yang dipergunakan sebagai Bahan Baku, Bahan Penolong, pengemas dan alat bantu pengemas, barang contoh, Barang Modal, bahan bakar, peralatan perkantoran, dan/atau untuk keperluan penelitian dan pengembangan perusahaan pada Kawasan Berikat;
  • barang jadi maupun setengah jadi untuk digabungkan dengan Hasil Produksi;
  • barang yang dimasukkan kembali dari kegiatan pengeluaran sementara;
  • Hasil Produksi yang dimasukkan kembali; dan/atau
  • Hasil Produksi Kawasan Berikat lain.

Pengecualian adalah :

  • bukan barang untuk dikonsumsi di Kawasan Berikat; dan
  • berkaitan dengan kegiatan produksi.

Faktur Pajak

Faktur Pajak Non FP Gabungan

Terdapat perbedaan perlakuan atas ketentuan yang lama terkait Faktur Pajak, dimana dalam pasal 21 ayat (5)  Peraturan Menteri Keuangan nomor 131/PMK.04/2018 menyebutkan pelarangan penggunaan Faktur Pajak Gabungan, lengkapnya terhadap pemasukan barang ke Kawasan Berikat pengusaha kena pajak yang menyerahkan barang kena pajak  :

  • wajib membuat faktur pajak dan harus dibuktikan dengan dokumen pemberitahuan pabean, terhadap faktur pajak diberikan keterangan “PPN Tidak Dipungut”.;
  • tidak dapat menggunakan faktur pajak gabungan; dan
  • menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat usahanya buku dan catatan serta dokumen yang terkait dengan pemasukan barang ke Kawasan Berikat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.

kode transaksi

Sebagaimana disebutkan di awal tulisan, secara prinsip setiap Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak setiap transaksi penyerahan barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP) termasuk ke Kawasan berikat dan terkait fasilitas PPN sebagaimana diatur dalam pasal 16 B UU PPN.

Adapun kode transaksi pada faktur pajak  dibuat sebagaimana diatur dalam PER 24/PJ/2012 perubahan kedua nomor PER-17/PJ/2014 yaitu 01 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang terutang PPN dan PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dan 07 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut  termasuk  penyerhan ke Kawasan Berikat.

Berdasarkan penjelasan di atas terkait yang mendapat fasilitas PPN tidak dipungut menggunakan kode transaksi 07 dan klausul pengecualian, dijelaskan bahwa untuk penyerahan yang  bukan barang untuk dikonsumsi di Kawasan Berikat dan berkaitan dengan kegiatan produksi termasuk penyerahan BKP/JKP yang tidak mendapat fasilitas tidak dipungut untuk itu kode transaksi adalah 01.

Penentuan penggunaan kode transaksi apakah 07 atau 01 berdasarkan klausul “barang yang dipergunakan sebagai Bahan Baku, Bahan Penolong, pengemas dan alat bantu pengemas, barang contoh, Barang Modal, bahan bakar, peralatan perkantoran, dan/atau untuk keperluan penelitian dan pengembangan perusahaan pada Kawasan Berikat’versus  bukan barang untuk dikonsumsi di Kawasan Berikat dan  berkaitan dengan kegiatan produksi.  Klausul ini pasti akan menimbulkan interprestasi yang berbeda dilapangan, walau bisa dikatakan hampir semua transaksi ke Kawasan Berikat menggunakan o7 hal yang berbeda signifikan dengan ketentuan sebelumnya.

Penutup

Perubahan mendasar ketentuan tentang Kawasan Berikat ditinjau dari perspektif perpajakan adalah adanya perluasan jenis barang (barang modal, bahan bakar, peralatan kantor) yang tidak dipungut ke Kawasan Berikat demikian halnya  adanya pelarangan terkait Faktur Pajak Gabungan yang selama ini memudahkan Wajib Pajak yang melakukan penyerahan sehingga  setiap dokumen BC 2.7 dan 4.1 wajib melampirkan faktur pajak.

Walaupun Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berada di bawah Kementerian Keuangan, namun beberapa hal masih memiliki pengertian dan tujuan tersendiri. Setiap pemasukan barang ke Kawasan Berikat akan diberikan dokumen BC 4.0 sebagai bukti telah melakukan penyerahan ke Kawasan  Berikat tanpa membedakan apakah dipakai untuk konsumsi, kegiaan produksi atau bahan baku atau penolong, hal ini membuat setiap Pengusaha Kena Pajak harus menginterprestasikan jenis barang yang diserahkan hubungannya dalam membuat kode transaksi Faktur Pajak apakah kategori tidak dipungut atau dipungut.

sumber : http://www.nusahati.com/2019/02/aspek-perpajakan-dalam-kawasan-berikat/