Dalam rangka memenuhi dahaga dari alumni dan peserta brevet perpajakan khususnya peserta brevet di P3Koppa cabang Karawang terkait Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi atau SPT Masa PPh Unifikasi, adalah yang mendasari penulisan di medio Januari ditahun yang baru ini. Kiranya memberikan informasi yang bermanfaat kepada peserta brevet dimanapun berada dan pembaca setia blog nusahati.

Latar Belakang

Dalam UU KUP Surat Pemberitahuan (SPT) dibagi atas dua bentuk yaitu Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) dan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan), berdasarkan namanya cukup jelas perbedaannya yaitu terletak pada waktu pelaporannya yaitu SPT Masa untuk suatu masa sementara SPT Tahunan untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak. Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

a. SPT Tahunan

SPT Tahunan terdiri atas dua jenis yaitu :

  • SPT Tahunan PPh Orang Pribadi, terdapat 3 bentuk formulir bagi SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yaitu :
    • SPT Tahunan PPh OP formulir 1770
    • SPT Tahunan PPh OP formulir 1770 S, dan
    • SPT Tahunan PPh OP formulir 1770 SS
  • SPT Tahunan PPh Badan, yaitu SPT Tahunan PPh Badan Formulir 1771

b. SPT Masa

Secara umum kita mengenal SPT Masa PPh dan SPT Masa PPN. Sementara SPT Masa PPh ada enam jenis yang penamaannya sesuai nomor pasal dalam perundang-undangan perpajakan yang perbedaannya ada pada objek yang dilaporkan dan telah dipungut atau dipotong pajaknya, enam jenis itu adalah sebagai berikut :

  • SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2)
  • SPT Masa PPh Pasal 15
  • SPT Masa PPh Pasal 21/26
  • SPT Masa PPh Pasal 22
  • SPT Masa PPh Pasal 23/26
  • SPT Masa PPh Pasal 25

Beragamnya jenis SPT Masa PPh di atas tentu menimbulkan kerumitan dan biaya administrasi yang tinggi baik bagi Wajib Pajak maupun instutisi Direktorat Jenderal Pajak itu sendiri karena proses pelaporan, aplikasi dilakukan secara terpisah untuk setiap jenis SPT Masa PPh. Ini berarti Wajib Pajak memiliki kewajiban pemotongan dan atau pemungutan dengan lebih dari satu jenis PPh harus melaporkan secara berulang dengan formulir dan format yang berbeda.

SPT Masa PPh Unifikasi

SPT Masa PPh Unifikasi adalah penyederhanaan dan penyeragaman surat pemberitahuan (SPT) yang selama ini dilakukan secara masa menurut jenisnya, proses unifikasi ini menyasar pada SPT Masa PPh dan hanya berkaitan dengan kewajiban pemotongan dan pemungutan yaitu hanya pada SPT Masa untuk jenis pajak sebagai berikut :

  • PPh Pasal 4 ayat (2)
  • PPh Pasal 15
  • PPh Pasal 22
  • PPh Pasal 23, dan
  • PPh Pasal 26

SPT Masa PPh Unifikasi tidak mencakup SPT Masa PPh Pasal 21 dan 25. Seperti kita ketahui PPh Pasal 25 sudah tidak wajib disampaikan, sepanjang pembayaran pajak telah mendapatkan validasi NTPN.

SPT Masa PPh Unifkasi sesuai PER 23/PJ/2020

SPT Masa PPh Unifikasi adalah Surat Pemberitahuan Masa yang digunakan oleh Pemotong atauPemungut PPh untuk melaporkan kewajiban pemotongan dan atau pemungutan PPh, penyetoran atas pemotongan dan atau pemungutan PPh, dan atau penyetoran sendiri atas beberapa jenis PPh dalam 1 (satu) Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Bukti Pemotongan atau Pemungutan Unifikasi adalah dokumen dalam format standar atau dokumen lain yang dipersamakan, yang dibuat oleh Pemotong atau Pemungut PPh sebagai bukti atas pemotongan atau pemungutan PPh dan menunjukkan besarnya PPh yang telah dipotong/dipungut. Sementara dokumen yang dipersamakan adalah dokumen berupa formulir kertas atau Dokumen Elektronik yang memuat data atau informasi pemotongan atau pemungutan PPh tertentu. dan kedudukannya dipersamakan dengan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar.

Subjek dan Kewajibannya

Pemotong dan atau Pemungut PPh yang diwajibkan membuat Bukti Pemotongan atau Pemungutan Unifikasi dan Surat Pemberitahuan Masa PPh Unifikasi adalah Wajib Pajak, selain instansi pemerintah, yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diwajibkan untuk melakukan pemotongan dan atau pemungutan PPh serta telah ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.

Pemotong atau Pemungut PPh yang melakukan pemotongan dan atau pemungutan PPh wajib membuat Bukti Pemotongan atau Pemungutan Unifikasi, menyerahkannya kepada pihak yang dipotong dan atau dipungut, dan melaporkannya kepada Direktorat Jenderal Pajak menggunakan SPT Masa PPh Unifikasi.

Bentuk SPT Masa PPh Unifikasi

SPT Masa PPh Unifikasi dan bukti pemotongan atau pemungutan berbentuk :

  • Formulir kertas; dengan kriteria :
    • membuat tidak lebih dari 20 (dua puluh) Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dalam 1 (satu) Masa Pajak; dan
    • membuat Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dengan dasar pengenaan PPh tidak lebih dari Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) untuk setiap Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dalam 1 (satu) Masa Pajak.
  • Dokumen elektronik yang dibuat dan disampaikan melalui aplikasi e-Bupot Unifikasi, dengan kriteria :
    • membuat lebih dari 20 (dua puluh) Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dalam 1 (satu) Masa Pajak;
    • terdapat Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dengan nilai dasar pengenaan PPh lebih dari Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Masa Pajak;
    • membuat Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi untuk objek pajak PPh Pasal 4 ayat (2) atas bunga deposito/tabungan, diskonto SBI, giro, dan transaksi penjualan saham;
    • telah menyampaikan SPT Masa Elektronik; atau
    • terdaftar di KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, atau KPP Madya.

Informasi dalam Bukti Potong atau Pungut Unifikasi

Dalam pembuatan Bukti Pemotongan atau Pemungutan Unifikasi, pihak yang dipotong dan atau dipungut berkewajiban memberikan informasi identitas berupa :

  • Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri :
    • NPWP; atau
    • Nomor Induk Kependudukan, bagi orang pribadi yang tidak memiliki NPWP
  • Bagi Wajib Pajak Luar Negeri, yaitu tax identification number atau identitas perpajakan lainnya kepada pemotong atau permungut PPh. Apabila Wajib Pajak luar negeri ingin menerapkan ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, Wajib Pajak luar negeri dimaksud harus memberikan tanda terima Surat Keterangan Domisili Wajib Pajak luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Formulir dalam SPT Masa PPh Unifikasi

SPT Masa PPh Unifikasi terdiri dari formulir:

  • Induk SPT Masa PPh Unifikasi;
  • Daftar Rincian Pajak Penghasilan yang Disetor Sendiri;
  • Daftar Objek Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan Pihak Lain; dan
  • Daftar Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi beserta Daftar Surat Setoran Pajak, Bukti Penerimaan Negara, Bukti Pemindahbukuan PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23 dan/atau PPh Pasal 26.

SPT Masa PPh Unifikasi paling sedikit memuat:

  • Masa Pajak dan Tahun Pajak;
  • status SPT normal atau pembetulan;
  • identitas Pemotong/Pemungut PPh;
  • jenis PPh;
  • jumlah dasar pengenaan pajak;
  • jumlah nilai PPh yang dipotong, dipungut, ditanggung Pemerintah, dan/atau PPh yang disetor sendiri;
  • jumlah total PPh;
  • jumlah total PPh yang disetor pada SPT yang dibetulkan;
  • jumlah PPh yang kurang (lebih) disetor karena pembetulan;
  • nama dan tanda tangan Pemotong/Pemungut PPh atau kuasa; dan
  • tanggal SPT Masa PPh Unifikasi dibuat.

Penutup

Berdasarkan uraian tersebut dapatlah disimpulkan bahwasanya beleid dalam  PER 23/PJ/2020 tentang bentuk dan tata cara pembuatan bukti pemotongan atau pemungutan unifikasi serta bentuk, isi, tata cara pengisian, dan penyampaian SPT Masa PPh Unifikasi yang berlaku sejak tanggal 28 Desember 2020 bertujuan untuk memberikan kemudahan dan kepastin hukum serta meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak. Yang paling penting dan diharapkan dengan SPT Masa PPh Unifikasi ini adalah untuk meningkatkan tingkat kepatuhan Wajib Pajak disamping menekan biaya dalam mengumpulkan penerimaan sebagaimana diharapkan oleh seorang Adam Smith dalam asas perpajakannya tentang efficiency.