Salah satu pertanyaan seorang peserta kelas brevet pajak adalah apa saja aspek perpajakan apabila seorang investor melakukan kerja sama dengan pemerintah yaitu memanfaatkan aset pemerintah dalam bentuk tanah untuk dijadikan tempat rekreasi.

Kali ini penulis akan mencoba mengupas terkait pertanyaan tersebut diatas, terlebih sekarang ini banyak sekali varian bisnis yang dilakukan antara pemerintah dengan investor atau antara pemilik lahan dengan pemodal istilah bisnis ini sering disebut dengan sistem bangun guna serah (Built, Operate, and Transfer) atau BOT. Dan tulis berikut diharapkan dapat menjadi pengingat apabila dikemudian hari terdapat pertanyaan yang sama, semoga memberi informasi yang bermanfaat.

Bangun Guna Serah

a. Pengertian Bangun Guna Serah

Secara umum pengertian Bangun Guna Serah (BGS) adalah Bentuk pendanaan proyek saat suatu entitas swasta  menerima konsesi (pemberian hak, izin, atau tanah oleh perusahaan, individu, atau entitas legal lainnya) dari entitas lain  untuk mendanai, merancang, membangun, dan mengoperasikan suatu fasilitas yang dinyatakan dalam kontrak konsesi. Umumnya proyek dengan skema ini kan diserahkan kepada pemerintah pada akhir masa konsesi.

Dalam perspektif perpajakan Bangun Guna Serah adalah bentuk perjanjian kerja sama yang dilakukan antara pemegang hak atas tanah dengan investor yang menyatakan bahwa pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian bangun guna serah, dan mengalihkan kepemilikan bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah setelah masa bangun guna serah berakhir. (Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan nomor 248/KMK.04/1995, SE-38/PJ.4/1995).

Karena hak telah diberikan hak sesuai jangka waktu perjanjian kepada investor maka investor dapat menatakelola lahan tersebut dengan mendirikan  berupa gedung perkantoran, apartemen, pusat perbelanjaan, rumah toko (ruko), hotel, termasuk didalamnya adalah wahana permainan atau ilmu pengetahuan  dan atau bangunan lainnya

b. Ciri-Ciri Bangun Guna Serah

Ada 3 (tiga) ciri-ciri dalam perjanjian Bangun Guna Serah yaitu :

  • Pembangunan (Build), pemilik proyek sebagai pemberi hak pengelolaan memberikan kuasanya kepada pemegang hak (pelaksana proyek) untuk membangun sebuah proyek dengan dananya sendiri (dalam beberapa hal dimungkinkan didanai bersama / participate interest). Desain dan spesifikasi bangunan merupakan usulan pemegang hak pengelolaan yang harus mendapat persetujuan dari pemilik proyek.
  • Pengoperasian (Operate). Merupakan masa atau tenggang waktu yang diberikan pemilik proyek kepada pemegang hak untuk selama jangka waktu tertentu mengoperasikan dan mengelola proyek tersebut untuk diambil manfaat ekonominya. Bersamaan dengan itu pemegang hak berkewajiban melakukan pemeliharaan terhadap proyek tersebut. Pada masa ini, pemilik proyek dapat juga menikmati hasil sesuai dengan perjanjian jika ada.
  • Penyerahan kembali (Transfer), Pemegang hak pengelolaan menyerahkan hak pengelolaan dan fisik proyek kepada pemilik proyek setelah masa konsesi selesai tanpa syarat (biasanya). Pembebanan biaya penyerahan umumnya telah ditentukan dalam perjanjian mengenai siapa yang menanggungnya.

c. Unsur-Unsur Bangun Guna Serah

Berdasarkan pengertian, ciri-ciri dari suatu perjanjian Bangun Guna Serah maka didapat beberapa unsur-unsur dalam perjanjian bangun guna serah yaitu :

  1. Investor
  2. Tanah/Lahan
  3. Bangunan komersial
  4. Jangka waktu operasional
  5. Penyerahan

Subjek Pajak Bangun Guna Serah

Subjek dalam Bangun Guna Serah adalah pihak-pihak yang melakukan kerjasama dalam bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah yaitu :

  • Pemilik Lahan, jika pemiliknya adalah Pemerintah Daerah maka subjeknya adalah Pengelola barang (Sekretaris Daerah) tentu setelah mendapat persetujuan Bupati. Jika lahan dimiliki oleh badan usaha maka subjeknya adalah Badan
  • Investor, Jika investornya adalah Badan maka subjeknya adalah Badan demikian juga jika investornya Orang Pribadi maka subjeknya adalah Orang pribadi.

Objek Pajak Bangun Guna Serah

Pajak Penghasilan

Jenis pajak dalam skema bangun guna serah adalah pajak penghasilan yang diterima oleh :

  1. Investor
  2. Pemegang Hak Atas Lahan

a. Investor

Penghasilan yang diterima investor dengan skema bangun guna serah adalah semua penghasilan dari pemberdayaan lahan. Misal investor membangun wahana permainan seperti Water Park, maka penghasilannya adalah :

  • Ticket Masuk
  • Sewa sehubungan dengan penggunaan harta seperti lapak yang ada disekitar waterpark
  • Penggantian atau imbalan yang diterima atau diperoleh dari pemegang hak atas tanah apabila masa perjanjian bangun guna serah diperpendek dari masa yang telah ditentukan
  • dan lain-lain

Semua penghasilan yang diterima wahana permainan Waterpark tersebut di atas dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh sesuai jenis subjek pajaknya.

Pembiayaan yang dapat dilakukan oleh investor meliputi :

  • Biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto bagi investor adalah biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan dengan memperhatikan pasal 9 ayat (1) Undang-undang PPh berkenaan dengan pengusahaan bangunan yang didirikan berdasarkan perjanjian bangun guna serah tersebut.
  • Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh investor untuk mendirikan bangunan merupakan nilai perolehan investor untuk mendapatkan hak menggunakan atau hak mengusahakan bangunan tersebut, dan nilai perolehan tersebut oleh investor diamortisasi dalam jumlah yang sama besar setiap tahun selama masa perjanjian bangun guna serah.

contoh-contoh :

  • Biaya Amortisasi, Investor PT. Nusa Wahana Permai (NWP) mendirikan tempat bermain Water Park atas tanah milik PT. Channel Penguasa (CP) berdasarkan perjanjian bangun guna serah dengan biaya Rp. 15 Miliar untuk masa selama 15 Tahun. Maka Amortisasi yang dilakukan oleh PT. NWP setiap tahunnya adalah Rp. 1 Miliar (Rp 15 Miliar : 15).
  • Penghasilan, berdasarkan contoh di atas pada akhir tahun tahun ke 10 PT. NWP menyerahkan bangunan kepada PT. CP. Maka dengan diperpendeknya masa perjanjian tersebut kepada PT. NWP diberikan imbalan oleh PT. CP sebesar Rp. 5 Miliar padaalhir tahun ke 10 (tahun bverakhirnya masa perjanjian bangun guna serah). PT. NWP memperoleh tambahan penghasilan sebesar Rp. 5 M

b. Pemegang Hak Atas Lahan

Dalam Peraturan Pemerintah nomor 34 Tahun 2016 tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dan perjanjian pengikat jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya dijelaskan bahwa yang dikecualikan dari kewajiban PPh atas PHTB dan PPJB TB adalah Orang pribadi atau badan yang melakukan PHTB dalam rangka melaksanakan perjanjian bangun guna serah, bangun serah guna atau pemanfaatan barang milik negara berupa tanah dan atau bangunan. Sesuai pasal 15 ayat (1) UU PPh pihak-pihak yang mjelakukan kerjasama dalam bentuk perjanjian bangun guna serah adalah kategori Wajib Pajak tertentu.

Adapun penghasilan yang terima atau diperoleh pemegang hak atas tanah sehubungan dengan perjanjian bangun guna serah dapat berupa :

  • Pembayaran berkala yang dilakukan oleh investor kepada pemegang hak atas tanah dalam atau selama masa bangun guna serah;
  • Bagian keuntungan dari pengusahaan bangunan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang telah diberikan oleh investor;
  • Penghasilan lainnya sehubungan dengan perjanjian bangun guna serah yang terima atau diperoleh pemegang hak atas tanah.
  • Dalam hal bangunan yang didirikan investor tidak seluruhnya menjadi hak investor tetapi sebagian diserahkan kepada pemegang hak atas tanah, maka bagian bangunan yang diserahkan merupakan penghasilan bagi pemegang atas tanah dalam tahun pajak yang bersangkutan. Atas penyerahan tersebut terutang pajak Penghasilan sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai yang tertinggi antara lain pasar dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) bagian bangunan yang diserahkan, dan harus dilunasi selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah penyerahan.
  • Bangunan yang diserahkan oleh investor kepada pemegang hak atas tanah setelah masa Perjanjian bangunan serah berakhir merupakan penghasilan baik pemegang hak atas tanah, dan terutang Pajak Penghasilan sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai yang tertinggi antara nilai pasar dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) bangunan yang telah diserahkan, dan harus dilunasi oleh pemegang hak atas tanah selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa bangun guna serah berakhir.

Sumber : www.nusahati.com