Perubahan UU Perpajakan masih belum selesai, artinya sebagai pengamat perpajakan harus tetap siaga karena UU yang berhubungan dengan perpajakan pusat bukan hanya UU PPN/PPnBM, UU PPh, UU Bea Meterai, dan UU Pajak Bumi dan Bangunan. Karena sepanjang 3 tahun terakhir ini terdapat UU Nomor 9 tahun 2017 tentang akses informasi keuangan, UU Nomor 2 tentang penetapan Perpu tentang kebijakan keuangan negara, UU Nomor 11 tentang Cipta Kerja. Tentang hal ini semua dapat dibaca dalam tulisan-tulisan sebelumnya di blog ini.

Dalam tulisan awal Juli ini, penulis mencoba mengangkat aspek perpajakan kaitannya dengan pengalihan Barang Kena Pajak (BKP) dalam rangka setoran modal (inbreng) hal ini tentu berimplikasi pajak baik kepada yang menerima maupun yang mengalihkan. Kiranya tulisan ini memberi informasi pembanding yang bermanfaat.

Aspek Pajak Pertambahan Nilai

Dalam tulisan terdahulu yang berjudul “Bagian Ketujuh UU Cipta Kerja : Perpajakan – PPN &PPnBM” telah diuraikan apa yang menjadi pokok penting perubahan UU PPN dalam UU Cipta Kerja yang meliput :

  1. Konsinyasi tidak termasuk penyerahan BKP (Perubahan Pasal 1A UU PPN)
  2. Hasil pertambangan batu bara termasuk jenis barang yang dikenai PPN (Perubahan pasal 4A UU PPN)
  3. Relaksasi hak pengkreditan pajak masukan bagi Pengusaha Kena Pajak (Perubahan Pasal 9 UU PPN)
  4. Pencantuman NIK bagi pembeli yang tidak memiliki NPWP dalam Faktur Pajak serta pengaturan Faktur Pajak untuk Pengusahas Kena Pajak Pedagang Eceran (Perubahan Pasal 13 ayat (5)  UU PPN dan penambahan pasal (5a))

Namun, dalam Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 2021 tentang Perlakuan Perpajakan untuk mendukung kemudahan berusaha khususnya penyesuaian pengaturan di bidang PPN untuk kemudahan berusaha yaitu Pasal 5A berbunyi “Pengalihan Barang Kena Pajak (BKP) untuk tujuan setoran modal pengganti saham (Inbreng) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1A ayat (2) huruf d UU PPN meliputi pengalihan BKP untuk tujuan setoran modal kepada badan sebagaimana dimaksud dalam UU PPN.” Artinya setoran modal pengganti saham (inbreng) diatur secara khusus melalui Peraturan Pemerintah ini.

Inbreng dan Suatu Penegasan

Inbreng adalah pengalihan BKP dalam rangka menggantikan setoran modal, yang lazimnya setoran modal adalah dalam bentuk uang, namun ini dalam bentuk barang. Seyogyanya penyerahan aktiva ini adalah merupakan penyerahan BKP. Namun, melalui penambahan pasal 5A ini adalah merupakan perubahan dan penambahan PP nomor 1 Tahun 2012 tentang PPN, tentang penegasan bahwasanya pengalihan BKP untuk tujuan setoran modal  kepada badan bukan merupakan penyerahan yang terutang PPN.

Artinya, sebagaimana semangat dalam UU Cipta Kerja tentang kemudahan berusaha, maka dalam ketentuan ini memberikan relaksasi bahwa penyerahan ini bukan merupakan penyerahan BKP yang terutang PPN dengan syarat baik penerima dan pemberi (yang mengalihkan) harus Pengusaha Kena Pajak.

Setoran Modal

Pasal 5A tersebut jelas menyebutkan “… setoran modal kepada badan sebagaimana dimaksud dalam UU PPN.”  Maka mengacu pada Pasal 1 ayat 13 UU PPN badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

Hal ini menegaskan bahwa setoran modal tidak menjadi kemutlakan atas entitas badan (PT) yang terdiri atas saham, sehingga UMKM dapat memanfaatkan relaksasi ini.

Aspek Pajak Penghasilan

Bagi Penerima

Atas barang pengganti modal yang diterima bukan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak. Landasan hukumnya adalah pasal 4 ayat (3) huruf c yaitu penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak meliputi : harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal“.

Bagi yang Mengalihkan

Bagi yang menyerahkan, baik itu orang pribadi maupun badan terutang PPh  Final dengan tarif 2,5% adapun landasan hukumnya adalah Peraturan Pemerintah nomor 34 tahun 2016 tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dan perjanjian pengikat jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya.

Aspek Pajak Daerah & Retribusi Daerah

Bagi Penerima

Apabila barang kena pajak yang dialihkan sebagai pengganti setoan modal berupa tanah dan bangunan, maka terutang Bea Perolehan Tanah dan Bangunan sebesar paling tinggi 5% setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak kena Pajak. Landasan hukumnya adalah bagian ketujuh belas pasal 85 Undang Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.

Sumber : www.nusahati.com