Direktur Jenderal Pajak dimedio Agustus 2018 mengeluarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-15/PJ/2018 tanggal 13 Agustus 2018 terkait penyempurnaan kebijakan pemeriksaan pajak. Isu pemeriksaan pajak erat kaitannya dengan kepatuhan WP dan selalu menjadi momok karena pada pelaksanaannya berbeda-beda dilapangan, belum jelas standarisasinya, subjektif dan adanya ketidakpastian.

Sebagai pemerhati dan pelaksana perpajakan saya pastikan bahwa kepatuhan pelaksanaan perpajakan oleh Wajib Pajak saat ini masih sangat rendah, sehingga ketika pemeriksaan pajak dilakukan kepada beberapa Wajib Pajak tertentu menimbulkan rasa ketidakadilan bagi Wajib Pajak sementara Wajib Pajak lain diperiksa melulu yang lain tidak. Maka melalui SE-15/PJ/2018 tentang kebijakan pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak mencoba mengindentifikasi 2 (dua) isu penting tentang pemeriksaan yaitu parameter Wajib Pajak yang diperiksa dan koordinasi pemeriksan pajak. Tentang apa substansi perubahan kebijakan dalam Surat Edaran tersebut akan diuraikan dalam tulisan berikut, semoga memberi informasi yang bermanfaat.

Latar Belakang

Adalah komitmen Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk meningkatkan governance & kualitas pemeriksaan sejak dari pemilihan Wajib Pajak yang akan diperiksa sampai dengan pelaksanaan pemeriksan. Hal ini dilatarbelakangi atas adanya kebutuhan atas penyempurnaan proses bisnis pemeriksaan sejalan dengan reformasi birokrasi DJP sehinga perlu penyelarasan proses bisnis pemeriksaan dengan regulasi terbaru.

Harapannya adalah tertib administrasi pemeriksaan meningkat serta memberi keseragaman langkah dalam pelaksanaan pemeriksaan. Dalam arti baik kualitas pemilihan Wajib Pajak yang akan diperiksa maupun kualitas pemeriksaan pajak dapat meningkat.

Kriteria Pemeriksaan

Terdapat 2 (dua) kriteria yang merupakan alasan dilakukannya pemeriksaan, yaitu:

  • Pemeriksaan Rutin, merupakan pemeriksaan yang dilakukan sehubungan dengan pemenuhan hak dan/atau pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
  • Pemeriksaan Khusus, meliputi :
    • Pemeriksaan khusus berdasarkan keterangan lain berupa data konkret (audit based on data), merupakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang berdasarkan keterangan lain berupa data konkret menunjukkan adanya indikasi ketidakpatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan; dan
    • Pemeriksaan khusus berdasarkan analisis risiko (risk-based audit), merupakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang berdasarkan hasil analisis risiko menunjukkan adanya indikasi ketidakpatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.

a. Pemeriksaan Rutin

Pemeriksaan Rutin berdasarkan Daftar Nominatif yang disetujui Kepala KPP Pemeriksaan Rutin berdasarkan Daftar Nominatif Kepala KPP dilakukan dengan alasan:

  • Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan PPh yang menyatakan lebih bayar restitusi (SPT Tahunan PPh Lebih Bayar Restitusi) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP;
  • Wajib Pajak menyampaikan SPT Masa PPN yang menyatakan lebih bayar restitusi (SPT Masa PPN Lebih Bayar Restitusi) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP;
  • Wajib Pajak menyampaikan SPT Masa PPN Lebih Bayar Kompensasi;
  • Wajib Pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi atau pembubaran usaha, atau Wajib Pajak orang pribadi akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya; dan
  • Wajib Pajak tidak menyampaikan SPOP PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b PMK-256.

Pemeriksaan Rutin berdasarkan DSPP yang disetujui oleh Komite Perencanaan Pemeriksaan Tingkat Pusat
Pemeriksaan Rutin berdasarkan DSPP dilakukan dengan alasan:

  • Wajib Pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C dan Pasal 17D Undang-Undang KUP dan Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN;
  • Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan PPh yang Menyatakan Rugi; dan
  • Wajib Pajak yang melakukan perubahan tahun buku, perubahan metode pembukuan atau melakukan penilaian kembali aktiva tetap.

b. Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan Khusus dapat dilakukan berdasarkan:

  • Keterangan lain berupa data konkret (audit based on data) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b PMK-17; atau
  • Analisis risiko (risk-based audit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h dan huruf i PMK-17 atau berdasarkan analisis IDLP.
  • Pemeriksaan Khusus dapat dilakukan terhadap Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT dan telah disampaikan surat teguran kepada Wajib Pajak dan jangka waktu surat teguran telah berakhir.
  • Pemeriksaan Khusus dapat dilakukan terhadap Wajib Pajak yang belum dilakukan aktivitas himbauan.

Pemilihan Wajib Pajak yang Diperiksa

Proses pemilihan Wajib Pajak yang diperiksa dilakukan secara objektif, transparan dan dapat diandalkan. Oleh karena itu penyusunan peta kepatuhan Wajib Pajak dan Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi (DSP3) pada masing-masing KPP diperlukan dalam rangka meningkatkan kualitas penggalian potensi sehubungan dengan optimalisasi penerimaan pajak dari kegiatan pengawasan serta pencairan surat ketetapan pajak (pemeriksaan dan penagihan) dalam tahun berjalan.

Daftar Sasaran Prioritas Pemeriksaan (DSPP) adalah daftar Wajib Pajak yang akan dilakukan pemeriksaan sepanjang tahun berjalan. Kepala KPP Menentukan Wajib Pajak yang akan menjadi DSPP dengan mempertimbangkan antara lain target penerimaan dari pemeriksaan dan penagihan, riwayat pemeriksaan Wajib Pajak yang bersangkutan, tunggakan pemeriksaan di KPP, beban kerja Pemeriksa Pajak, dan efek jera (deterrent effect) dari Wajib Pajak yang akan diperiksa.

Wajib Pajak yang masuk dalam DSPP adalah Wajib Pajak yang diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan rutin dengan kriteria :

  • pemeriksaan Wajib Pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C dan Pasal 17D Undang-Undang KUP atau Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN,
  • Wajib Pajak menyampaikan SPT yang menyatakan rugi,
  • Wajib Pajak yang melakukan perubahan tahun buku, perubahan metode pembukuan, dan/atau penilaian kembali aktiva tetap, dan/atau
  • Wajib Pajak yang diusulkan pemeriksaan khusus berdasarkan analisis risiko, dengan ruang lingkup pemeriksaan seluruh jenis pajak (all taxes);

DSPP tersebut merupakan dasar bagi Kepala KPP untuk mengusulkan pemeriksaan rutin dengan kriteria  dan/atau pemeriksaan khusus dengan ruang lingkup pemeriksaan seluruh jenis pajak (all taxes), kepada Kepala Kanwil DJP yang selanjutnya akan dilakukan pembahasan oleh Komite Perencanaan Pemeriksaan Tingkat Kanwil DJP dan Komite Perencanaan Pemeriksaan Tingkat Pusat.

Komite Perencana Pemeriksaan

Komite Perencanaan Pemeriksaan dibentuk di tingkat pusat maupun Kanwil DJP dengan kewenangan menentukan daftar Wajib Pajak yang akan dilakukan pemeriksaan. Penentuan Wajib Pajak dilakukan secara objektif, transparan, tepat sasaran dan berdasarkan pada kriteria-kriteria pemilihan yang dapat diandalkan. Komite Perencanaan Pemeriksaan merupakan suatu tim kerja khusus yang bertugas untuk menentukan daftar prioritas Wajib Pajak yang akan dilakukan pemeriksaan sepanjang tahun berjalan.

a. Tingkat Pusat

Pembentukan Komite Perencanaan Pemeriksaan pada tingkat pusat berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Tugas Komite Perencanaan Pemeriksaan Tingkat Pusat adalah:

  • Menentukan sektor, subsektor, atau industri yang menjadi sasaran prioritas pemeriksaan khusus berdasarkan analisis risiko;
  • Melakukan benchmarking atas sektor, subsektor, industri yang menjadi sasaran prioritas pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenal benchmarking;
  • Melakukan pembahasan DSPP dan penetapan Wajib Pajak yang akan dilakukan pemeriksaan rutin dan/atau pemeriksaan khusus berdasarkan DSPP dengan ruang lingkup pemeriksaan seluruh jenis pajak dengan mempertimbangkan periode penerbitan instruksi pemeriksaan khusus yang diatur sebagai berikut:
    • Tahap I: Penerbitan instruksi dilakukan paling lambat awal Mei;
    • Tahap II: Penerbitan instruksi dilakukan paling lambat awal Agustus;
    • ahap III: Penerbitan instruksi dilakukan paling lambat awal November;
  • Melakukan monitoring dan evaluasi atas penentuan Wajib Pajak yang telah dilakukan pemeriksaan rutin dan/atau pemeriksaan khusus berdasarkan DSPP dengan ruang lingkup seluruh jenis pajak.

b. Tingkat Kanwil

Pembentukan Komite Perencanaan Pemeriksaan pada tingkat Kanwil DJP berdasarkan Keputusan Kepala Kantor Wilayah DJP. Tugas Komite Perencanaan Pemeriksaan Tingkat Kanwil DJP adalah:

  • Menerima usulan pemeriksaan rutin dan/atau pemeriksaan khusus berdasarkan DSPP dengan ruang lingkup pemeriksaan seluruh jenis pajak dari Kepala KPP;
  • Menerima usulan pemeriksaan khusus berdasarkan analisis risiko mandiri dengan ruang lingkup pemeriksaan satu atau beberapa jenis pajak dari Kepala KPP;
  • Menerima daftar Wajib Pajak yang akan diusulkan pemeriksaan khusus berdasarkan analisis risiko mandiri atau analisis IDLP dengan ruang lingkup pemeriksaan satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak yang berasal dari data yang dimiliki oleh Bidang PPIP, Bidang DP3, atau Bidang PEP;
  • Melakukan validasi atas usulan  dengan kriteria validasi sebagai berikut:
    • Indikasi ketidakpatuhan, modus ketidakpatuhan, potensi pajak, dan tingkat ketertagihan;
    • Validasi riwayat pemeriksaan;
    • Usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Penyidikan;
    • Pengampunan Pajak;
  • Melakukan benchmarking atas industri pada sektor-sektor unggulan yang terdapat di Kanwil DJP tersebut sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai benchmarking;
  • Melakukan pembahasan dan penetapan Wajib Pajak yang akan menjadi DSPP Kanwil berdasarkan DSPP dari Kepala KPP atau berdasarkan analisis risiko mandiri/analisis IDLP oleh Kanwil DJP baik atas Wajib Pajak yang diusulkan pemeriksaan rutin dan/atau pemeriksaan khusus dengan ruang lingkup pemeriksaan seluruh jenis pajak;
  • Mengirimkan DSPP yang telah dilakukan validasi dan pembahasan kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan untuk diusulkan pemeriksaan rutin dan/atau pemeriksaan khusus dengan ruang lingkup pemeriksaan seluruh jenis pajak;
  • Melakukan koordinasi dengan Komite Perencanaan Pemeriksaan Tingkat Pusat dalam penentuan Wajib Pajak yang akan dilakukan pemeriksaan rutin dan/atau pemeriksaan khusus berdasarkan DSPP dengan ruang lingkup pemeriksaan seluruh jenis pajak;
  • Melakukan pembahasan dan penetapan atas Wajib Pajak yang akan dilakukan pemeriksaan khusus satu atau beberapa jenis pajak serta menentukan UP2nya berdasarkan usulan dari KPP atau berdasarkan analisis risiko mandiri atau analisis IDLP oleh Kanwil DJP;
  • Melakukan monitoring dan evaluasi atas DSPP pemeriksaan rutin dan/atau pemeriksaan khusus berdasarkan DSPP dengan ruang lingkup pemeriksaan seluruh jenis pajak, dan pemeriksaan khusus berdasarkan analisis risiko dengan ruang lingkup pemeriksaan satu atau beberapa jenis pajak dari KPP yang terdapat dalam lingkungan Kantor Wilayah tersebut.

Simpulan

Walaupun ketentuan sebelumnya sudah diatur terkait alasan kenapa Wajib Pajak dilakukan pemeriksaan, dalam Surat Edaran ini terdapat  ukuran baku untuk menetapkan WP dapat diperiksa oleh petugas dimana hal ini yang sering memunculkan ruang diskresi besar dan subjektif untuk melancarkan pemeriksaan terhadap WP.

Berkaitan dengan koordinasi dalam pemeriksaan, dalam Surat Edaran ini WP tidak akan diperiksa berulang kali dalam satu periode tahun fiskal yang sama karena pada aturan lama, kantor pusat, kanwil, sampai KPP bisa mengusulkan dan persetujuannya bisa lewat kanwil maupun kantor pusat. Sekarang, ada yang menjadi filter untuk memastikan usulan yaitu adanya Komite Perencana Pemeriksaan.

Artikel Terkait :

 

Sumber : www.nusahati.com