Dalam tulisan terdahulu yang berjudul “Pembukuan dan Pencatatan dalam Perpajakan” menjelaskan pengertian pembukuan dan pencatatan serta konsekuensi bagi Wajib Pajak yang tidak menyelenggarakan pembukuan dan pencatatan, serta menyimpulkan bahwasanya harmonisasi antara Wajib Pajak dan Fiskus dalam berkomunikasi kaitannya dengan perpajakan adalah melalui pembukuan atau pencatatan yang dilakukan Wajib Pajak secara benar, transparan, dan akuntabel.

Baru-baru ini seorang rekan penulis yang adalah Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak, bertanya apakah dibenarkan apabila Wajib Pajak tidak menyelenggarakan pembukuan sebagaimana mestinya sehingga tidak diketahui penghasilan netonya maka diperkenankan menggunakan PER-17/PJ/2015 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto? Lalu bagaimana menghitung kewajiban pemotongan dan pemungutan jika Wajib Pajak pun tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan sebagaimana mestinya? Pertanyaan-pertanyaan sejenis ini akan selalu bermunculan dan kembali bermuara pada pembukuan dan pencatatan.

Entah ada hubungannya atau tidak, dipenghujung Mei tepatnya tanggal 31 Mei 2021, melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 54/PMK.03/2021 tentang tata cara melakukan pencatatan dan kriteria tertentu serta tata cara menyelenggarakan pembukuan untuk tujuan perpajakan,  pemerintah mencoba memberi kepastian hukum bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, termasuk yang memenuhi kriteria tertentu yang dikecualikan dfari kewajiban menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan serta bagi Wajib Pajak Tertentu perlu diberikanb kemudahan dalam menyelenggarakan pembukuan untuk pemenuhan kewajiban perpajakan.

Pengertian

Pembukuan

Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.

Permbukuan harus diselenggarakan berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia, kecuali peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan menentukan lain, serta :

  • dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya;
  • di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia; dan
  • secara konsisten dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas.

Pencatatan

Pencatatan adalah pengumpulan data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.

Pencatatan harus dilakukan :

  • dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya serta didukung dengan dokumen yang menjadi dasar pencatatan;
  • di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab dan satuan mata uang Rupiah sebesar nilai yang sebenarnya dan/atau seharusnya terjadi dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
  • dalam suatu Tahun Pajak berupa jangka waktu 1 (satu) tahun kalender mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember; dan
  • secara kronologis dan sistematis berdasarkan urutan tanggal diterimanya peredaran bruto dan/atau penghasilan bruto.

Gambaran Umum

Orang Pribadi

Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan Pembukuan. Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan Pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan, meliputi:

  • Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (dengan peredaran bruto dari kegiatan/pekerjaan bebas kurang dari Rp. 4.8 Miliar dalam satu tahun pajak. Dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari Tahun Pajak yang bersangkutan. Apabila baru terdaftar maka pemberitahuan dilakukan paling lambat pada tiga bulan sejak terdaftar atau pada akhir tahun pajak tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu. Jika tidak memberitahukan maka dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan.
  • Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas; dan
  • Wajib Pajak orang pribadi yang memenuhi kriteria tertentu. Merupakan Wajib Pajak Orang pribadi yang :
    • melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan  bebas; dan
    • peredaran bruto dari kegiatan secara keseluruhan dikenai PPh bersifat final dan/atau bukan objek pajak; dan tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.

Pembukuan Stelsel Kas Bagi Wajib Pajak Tertentu

a. Wajib Pajak Tertentu

Untuk tujuan perpajakan, Pembukuan dengan stelsel kas yang merupakan bagian dari stelsel pengakuan penghasilan dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak tertentu. Wajib Pajak tertentu harus memenuhi persyaratan:

  • secara komersial berhak menyelenggarakan Pembukuan berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku bagi usaha mikro dan kecil; dan
  • merupakan Wajib Pajak:
    • orang pribadi yang memenuhi ketentuan pencatatan, tetapi memilih atau diwajibkan menyelenggarakan Pembukuan; atau
    • badan yang memiliki peredaran bruto dari usaha tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak. Peredaran bruto didasarkan pada jumlah keseluruhan peredaran bruto dari setiap jenis dan/atau tempat usaha pada Tahun Pajak sebelumnya.

Wajib Pajak tertentu harus menyampaikan pemberitahuan setiap Tahun Pajak untuk dapat menyelenggarakan Pembukuan dengan stelsel kas. Pemberitahuan dilakukan oleh Wajib Pajak Berstatus Pusat secara elektronik melalui laman Direktorat Jenderal Pajak atau saluran lain yang terintegrasi dengan sistem Direktorat Jenderal Pajak. Dalam hal laman atau saluran lain belum tersedia, pemberitahuan dapat dilakukan secara tertulis dengan menyampaikan secara langsung atau melalui pos.

b. Stelsel Kas

Stelsel kas merupakan suatu metode penghitungan yang didasarkan pada transaksi secara tunai, dengan ketentuan:

  • penghasilan diakui apabila telah diterima secara tunai dalam suatu Tahun Pajak; dan
  • biaya diakui apabila benar-benar telah dibayar secara tunai dalam suatu Tahun Pajak.

Penyelenggaraan Pembukuan dengan stelsel kas untuk tujuan perpajakan merupakan stelsel campuran dan harus tetap melaksanakan ketentuan sebagai berikut:

  • penghitungan jumlah penghasilan dari usaha dan/atau pekerjaan bebas termasuk penjualan dalam suatu Tahun Pajak harus meliputi seluruh transaksi, baik tunai maupun bukan tunai;
  • penghitungan harga pokok penjualan harus memperhitungkan seluruh pembelian dan persediaan, baik transaksi tunai maupun bukan tunai; dan
  • perolehan harta yang dapat disusutkan dan/atau hak-hak yang dapat diamortisasi karena mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, hanya dapat dikurangkan dari penghasilan melalui penyusutan dan/atau amortisasi.

Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokokPersediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama. Penyusutan  dilakukan dalam bagian yang sama besar selama masa manfaat:

  • 4 (empat) tahun untuk harta berwujud bukan bangunan (dimulai pada Tahun Pajak diperolehnya harta); atau
  • 20 (dua puluh) tahun untuk harta berwujud berupa bangunan.

Beberapa hal yang perlu dipahami dalam penerapan stelsel kas ini diantaranya juga meliputi :

  • Amortisasi atas harta tak berwujud dilakukan dalam bagian yang sama besar selama masa manfaat 4 (empat) tahun.
  • Biaya yang merupakan pembayaran di muka untuk beberapa tahun yang dibayar sekaligus, pembebanannya dilakukan sekaligus pada Tahun Pajak dibayarkannya biaya tersebut secara tunai.
  • Bagi Wajib Pajak tertentu yang menyelenggarakan Pembukuan dengan stelsel kas  yang tidak dapat memisahkan antara biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dan biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi dalam rangka penghitungan besarnya Penghasilan Kena Pajak, pembebanan biaya dilakukan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah:
    • penyusutan dan amortisasi; dan
    • biaya yang dibayarkan secara tunai pada Tahun Pajak yang bersangkutan untuk pengeluaran yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun, termasuk biaya yang merupakan pembayaran di muka.

c. Perubahan dari Stelsel Akrual menjadi Stelsel Kas

Wajib Pajak tertentu  yang Pembukuannya mengalami perubahan dari stelsel akrual menjadi stelsel kas berlaku ketentuan sebagai berikut:

  • penghasilan dan/atau biaya yang sudah diakui saat penggunaan stelsel akrual, tidak lagi diakui saat penggunaan stelsel kas;
  • penghasilan dan/atau biaya yang belum diakui saat penggunaan stelsel akrual tetapi telah memenuhi syarat pengakuan penghasilan dan/atau biaya berdasarkan stelsel kas, maka penghasilan dan/atau biaya tersebut langsung diakui pada Tahun Pajak terjadinya perubahan menjadi stelsel kas; dan/atau
  • nilai sisa buku atas harta berwujud dan/atau harta tak berwujud berupa:
    • bangunan, disusutkan sesuai sisa masa manfaat  dan atau
    • selain bangunan yang masa manfaatnya kurang dari 4 tahun, disusutkan atau diamortisasi sekaligus pada tahun pajak terjadinya perubahan menjadi stelsel kas; dan atau sama dengan atau lebih dari 4 tahun diperlakukan sebagai perolehan harta baru serta disusutkan atau diamortisasikan sesui ketentuan.

Wajib Pajak tertentu yang Pembukuannya mengalami perubahan dari stelsel kas menjadi stelsel akrual berlaku ketentuan sebagai berikut:

  • penghasilan dan/atau biaya yang sudah diakui saat penggunaan stelsel kas, tidak lagi diakui saat penggunaan stelsel akrual;
  • penghasilan dan/atau biaya yang belum diakui saat penggunaan stelsel kas tetapi telah memenuhi syarat pengakuan penghasilan dan/atau biaya berdasarkan stelsel akrual, maka penghasilan dan/atau biaya tersebut langsung diakui pada Tahun Pajak terjadinya perubahan menjadi stelsel akrual; dan/atau
  • nilai sisa buku atas harta berwujud dan/atau harta tak berwujud, tetap disusutkan dan/atau diamortisasi sesuai dengan ketentuan Pasal 11 sampai dengan akhir masa manfaat atau saat pengalihan harta tersebut.

Penutup

Dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 54/PMK.03/2021 tentang tata cara melakukan pencatatan dan kriteria tertentu serta tata cara menyelenggarakan pembukuan untuk tujuan perpajakan ini didapatkan dua tambahan mendasar.

Pertama adalah adanya istilah Wajib Pajak Orang Pribadi memenuhi Kriteria Tertentu, kriteria tertentu disini adalah yang melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas dan peredaran bruto secara keseluruhan dikenai PPh bersifat final dan/atau bukan objek pajak dan tidak melebihi Rp. 4,8 Miliar dalam satu tahun pajak. Mungkin maksudnya adalah, walaupun sudah final namun tetap melakukan pencatatan.

Kedua adalah adanya istilah stelsel kas bagi Wajib Pajak Tertentu, wajib pajak tertentu adalah WP secara komersial berhak menyelenggarakan Pembukuan berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku bagi usaha mikro dan kecil, orang pribadi yang memenuhi ketentuan pencatatan, tetapi memilih atau diwajibkan menyelenggarakan Pembukuan, dan badan yang memiliki peredaran bruto dari usaha tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.

Sementara stelsel kas adalah merupakan suatu metode penghitungan yang didasarkan pada transaksi secara tunai, dengan ketentuan penghasilan diakui apabila telah diterima secara tunai dalam suatu Tahun Pajak; dan biaya diakui apabila benar-benar telah dibayar secara tunai dalam suatu Tahun Pajak.

Download Peraturan Menteri Keuangan nomor 54/PMK.03/2021

Sumber : www.nusahati.com