Seperti biasa, seorang rekan Account Representative bertanya kepada penulis apakah Joint Operation memiliki kewajiban menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan sambil memberikan dasar hukum berupa Perarturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-04/PJ/2020 tentang petunjuk teknis pelaksanaan administrasi NPWP, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan PKP.

Penulis menjelaskan sebagaimana yang pernah ditulis dalam blog ini yang berjudul “Perpajakan atas Joint Operation” bahwasanya joint operation adalah bukan subjek pajak menurut jenis pajak penghasilan sehingga tidak memiliki kewajiban penyampaian SPT Tahunan PPh Badan, namun menurut rekan AR bahwasanya PER-04 tersebut berkata lain.

Berdasarkan kondisi di atas penulis mencoba menjelaskan kembali tentang Joint Operation sebagai tambahan atas tulisan tentang joint operation sebelumnya, kiranya dapat memberi satu persepktif lain untuk menambah khasanah perpajakan khususnya terkait joint operation.

Singkat Tentang Joint Operation

Joint Operation (JO) atau dikenal dengan nama konsorsium atau bentuk kerja sama operasi (KSO) merupakan kerjasama dua badan atau lebih yang bersifat sementara dimana tugasnya hanya melaksanakan satu pekerjaan (proyek) tertentu sampai proyek tersebut selesai dilaksanakan. Bentuk joint operation sering digunakan oleh banyak perusahaan besar karena :

  • Untuk proyek jangka pendek dan dengan modal besar  dapat di laksanakan;
  • Tidak wajib membayar angsuran PPh 25, dan angsuran PPh 25 menjadi kecil karena dibagi oleh 2 Perusahaan;
  • Untuk usaha yang rugi, maka kerugian langsung dapat dikompensasikan ke perusahaan Induk tanpa menunggu permohonan Dirjen Pajak.

Joint Operation Sebagai Subjek Pajak

Pajak Penghasilan

Dalam Pasal 1 angka 3 UU KUP dan UU PPh pasal 2 ayat (1b) beserta penjelasannya dikatakan bahwa Subjek Pajak adalah Badan dimana pengertian badan menurut penjelasan UU adalah “sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.”

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan joint operation tidak disebutkan sebagai entitas badan (subjek pajak penghasilan), hal ini sebagaimana pernah ditegaskan dalam surat S-823/PJ.312/2002.

Pajak Pertambahan Nilai

Namun, ketika berbicara tentang jenis pajak PPN acuannya adalah pasal 3 Peraturan pemerintah nomor 1 tahun 2012 yang menyatakan bahwasanya “bentuk kerja sama operasi merupakan bagian dari bentuk badan lainnya sebagaimana dimaksud dalam pengertian Badan dalam Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.

Karena disebutkan bagian dari badan lainnya (subjek pajak PPN) maka jika Joint Operation melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) maka wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

PER-04/PJ/2020

Berdasarkan paragraf 2 (Fungsi NPWP) pasal 6 PER-04/PJ/2020 menyebutkan kewajiban perpajakan untuk Joint Operation adalah :

  • pemenuhan kewajiban Pajak Penghasilan Badan atas nama Kerja Sama Operasi (Joint Operation) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan
  • pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan; dan/atau
  • pemungutan Pajak Pertambahan Nilai, dalam hal Kerja Sama Operasi (Joint Operation) melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak atas nama Kerja Sama Operasi (Joint Operation) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Pertambahan Nilai.

Berdasarkan point pertama di atas maka beberapa dari kita  menyimpulkan bahwasanya joint operation  harus melakukan pemenuhan kewajiban pajak penghasilan badan yaitu penyampaian SPT Tahunan PPh Badan, sementara penulis berpendapat sebaliknya.

Alasannya, berdasarkan urutan pengertian yang penulis pahami khususnya mempertimbangkan pasal 1 angka 9 adanya perluasan pengertian badan dalam PER ini yaitu “sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya, termasuk kontrak investasi kolektif, bentuk usaha tetap, kerja sama operasi (joint Operation), serta kantor perwakilan perusahaan asing dan kontrak investasi bersama.” Maka, penulis berpendapat bahwasanya PER-04 ini hanya menegaskan status subjek pajak dan mengembalikan kewajiban perpajakan tergantung substansinya. Karena sebagaimana kita ketahui bahwa subjek pajak adalah Orang Pribadi, Warisan yang belum terbagi, Badan dan Bentuk Usaha Tetap, sementara joint operation adalah kerja sama dua badan atau lebih dimana yang melaksanakan penyampaian SPT Tahunan adalah masing-masing badan tersebut.

Penutup

Penulis sampai saat ini tetap konsisten berpendapat bahwasanya joint operation bukan subjek pajak badan dan tidak memiliki kewajiban menyampaikan SPT Tahunan Badan, namun wajib memiliki NPWP dalam rangka pemenuhan kewajiban PPN serta kewajiban pemotongan PPh.  Kewajiban PPh Badan tetap dikenakan atas penghasilan yang diperoleh pada masing-masing badan (perusahaan) yang menjadi anggota Joint Operation tersebut sesuai dengan porsi/bagian pekerjaan atau penghasilan yang diterimanya.

Atas biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Joint Operation wajib disampaikan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) PPh Pasal 21/26 hanya masa Desember sebagaimana diatur dalam pasal 2  PER-14/PJ/2013 bahwa Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 (SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26) terdiri dari : bahwa penjelasan Formulir 1721-V (Daftar Biaya) hanya disampaikan pada masa pajak Desember oleh Wajib Pajak yang tidak wajib menyampaikan SPT Tahunan, antara lain Wajib Pajak Cabang, Bentuk Kerja Sama Operasi (Joint Operation).

Walau akhirnya rekan Account Representative diawal tulisan akhirnya menjelaskan ke Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban penyampaian SPT Tahunan PPh Badan, penulis tidak dapat mencegah karena semua tergantung perspektif dan intelektual history dari masing-maing individu dalam menterjemahkan aturan perpajakan karena bisa saja penulis juga terancam salah ?

Diambil atas seizin dari : www.nusahati.com