Sebagaimana kita ketahui tepat di hari jadi TNI yang ke 75, DPR telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU), adapun materi dalam UU Cipta Kerja ini mencakup 76 Undang-Undang dan terdiri atas 15 Bab serta 186 Pasal. Jika kita menilik lebih jauh, adapun yang menjadi tujuan dari UU Cipta Kerja ini adalah untuk mendorong pemulihan ekonomi, transformasi ekonomi, peningkatan daya saing, dan menekan ekonomi biaya tinggi.

Kaitannya dengan perpajakan dalam UU Cipta Kerja ini disebutkan dalam bab VI bagian ketujuh yang terdiri atas 4 pasal, yaitu Pasal 111, 112, 113, dan 114. Yang mengatur perubahan dan/atau penambahan pasal pada UU KUP, UU PPh, UU PPN/PPnBM dan UU PDRD. Hal ini diharapkan akan membuat sistem pajak yang lebih sederhana, terprediksi dan kemudahan berusaha di Idonesia. Sejalan dengan langkah yang telah diambil sepanjang masa pandemi covid-19 yaitu penerapan teori ekonomi keynes (John Maynard Keynes) dimana stimulus fiskal besar-besaran diberikan untuk meningkatkan daya belanja masyarakat dalam situasi seperti ini dan siklus perputaran uang dapat berlanjut sehingga ekonomi berjalan dengan baik. Adapun pokok-pokok perubahan yang akan diuraikan dalam tulisan kali ini adalah terkait Pasal 111 RUU Cipta Kerja tentang revisi dari UU PPh, semoga memberikan informasi yang bermanfaat.

Perubahan dalam UU PPh

a. Pasal 2 ayat (3) UU PPh

Adanya penambahan jenis SPLN baru yaitu WNI yang berada di LN lebih dari 183 hari dalam waktu 1 tahun yang memenuhi persyaratan tempat tinggal, pusat kegiatan utama, tempat menjalankan kebiasaan, status subjek pajak, dan/atau persyaratan tertentu lain yang diatur dalam PMK. WNI tersebut ditetapkan sebagai SPLN bila menjalankan ataupun usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui BUT di Indonesia serta bila WNI tersebut memperoleh penghasilan dari Indonesia dengan tidak menjalankan usaha ataupun melalui BUT di Indonesia. Lebih jelasnya dapat kita lihat ketentuan sebelum dan setelah perubahan :

Sebelumnya :

Subjek pajak dalam negeri adalah:

  • orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
  • badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
    1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
    2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
    3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
    4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan
  • warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

menjadi :

Pasal 111 point (1, 1a, 2 dan 3) UU Cipta Kerja

Subjek pajak dalam negeri adalah:

  • orang pribadi, baik yang merupakan Warga Negara Indonesia maupun warga negara asing, yang:
    1. bertempat tinggal di Indonesia;
    2. berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; atau
    3. dalam suatu Tahun Pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
  • badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
    1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
    2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
    3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
    4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan
  • warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

b. Pasal 2 ayat (4) UU PPh

Sebelumnya :

Subjek pajak luar negeri adalah:

  • orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan
  • orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Menjadi :

Pasal 111 point (4, 5, dan 6) UU Cipta Kerja

Subjek pajak luar negeri adalah:

  • orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
  • warga negara asing yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
    jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
  • Warga Negara Indonesia yang berada di luar Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan serta memenuhi persyaratan:
    1. tempat tinggal;
    2. pusat kegiatan utama;
    3. tempat menjalankan kebiasan;
    4. status subjek pajak; dan/atau
    5. persyaratan tertentu lainnya,
    yang ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan tersebut diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan;
  • badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia atau yang dapat menerima atau  memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
  • Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, huruf b, dan huruf c, dan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
    a. tempat kedudukan manajemen;
    b. cabang perusahaan;
    c. kantor perwakilan;
    d. gedung kantor;
    e. pabrik;
    f. bengkel;
    g. gudang;
    h. ruang untuk promosi dan penjualan;
    i. pertambangan dan penggalian sumber alam;
    j. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
    k. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
    l. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
    m. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60(enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
    n. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
    o. agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan
    p. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
  • Tempat-tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditetapkan oleh Direktur Jenderal pajak menurut  keadaan sebenarnya.

c. Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU PPh vs Pasal 4 RUU Cipta Kerja

Terdapat penambahan yaitu dalam pasal 4 ayat (1a), RUU Cipta Kerja memberikan pengecualian dari ketentuan Pasal 4 ayat (1) mengenai penghasilan yang menjadi objek pajak terhadap WNA yang telah menjadi SPDN. WNA yang menjadi SPDN hanya akan dikenai PPh atas penghasilan yang diterima di Indonesia sepanjang WNA tersebut memenuhi persyaratan keahlian tertentu. Ketentuan ini berlaku selama 4 tahun pajak sejak WNA ditetapkan sebagai SPDN. Namun, Pasal 4 ayat (1b) mengatur penghasilan yang diterima oleh WNA sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan di Indonesia dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan di luar Indonesia sebagai penghasilan yang diterima dari Indonesia. Ketentuan Pasal 4 ayat (1a) ditetapkan tidak berlaku bagi WNA yang memanfaatkan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara mitra. Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria keahlian yang berhak mendapatkan perlakuan sesuai dengan Pasal 4 ayat (1a) akan diatur melalui PMK. Bunyi lengkap tambahan pasal 4 RUU Cipta Kerja sbb :

  • Pasal 4 ayat (1a) : Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), warga negara asing yang telah menjadi subjek pajak dalam negeri dikenai Pajak Penghasilan hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia, dengan ketentuan:
    • memiliki keahlian tertentu;
    • berlaku selama 4 (empat) Tahun Pajak yang dihitung sejak menjadi subjek pajak dalam negeri.
  • Pasal 4 ayat (1b) : Termasuk dalam pengertian penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) berupa penghasilan yang diterima atau diperoleh warga negara asing sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan di Indonesia dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan di luar Indonesia.
  • Pasal 4 ayat (1c) : Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) tidak berlaku terhadap warga negara asing yang memanfaatkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda tempat warga negara asing memperoleh penghasilan dari luar Indonesia. 
  • Pasal 4 ayat (1d) : Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria keahlian tertentu serta tata cara pengenaan Pajak Penghasilan bagi warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. 

d. Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh

Pada Pasal 4 ayat (3) huruf f, dividen yang dikecualikan dari objek pajak antara lain dividen dari dalam negeri yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi yang diinvestasikan di wilayah Indonesia dalam jangka waktu tertentu atau yang diterima oleh badan dalam negeri. Dividen dari luar negeri dan penghasilan setelah pajak dari BUT di luar negeri yang diterima oleh wajib pajak badan dalam negeri atau orang pribadi juga dikecualikan dari objek pajak sepanjang diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kebutuhan bisnis di Indonesia dalam jangka waktu tertentu.

Syarat agar dividen dari luar negeri dikecualikan dari objek pajak antara lain:

  • pertama, dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan paling sedikit harus sebesar 30% dari laba setelah pajak.
  • kedua, dividen yang berasal dari badan usaha luar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek harus diinvestasikan di Indonesia sebelum Dirjen Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas dividen.

Dividen dari luar negeri dan penghasilan setelah pajak dari BUT di luar negeri yang diterima oleh wajib pajak badan dalam negeri atau orang pribadi juga dikecualikan dari objek pajak sepanjang diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kebutuhan bisnis di Indonesia dalam jangka waktu tertentu. Syarat agar dividen dari luar negeri dikecualikan dari objek pajak antara lain pertama, dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan paling sedikit harus sebesar 30% dari laba setelah pajak.

Penghasilan dari luar negeri yang tidak melalui BUT juga dikecualikan dari objek pajak apabila diinvestasikan di Indonesia dengan syarat penghasilan tersebut berasal dari usaha aktif di luar negeri dan bukan penghasilan dari perusahaan yang dimiliki di luar negeri. Bila wajib pajak tidak menginvestasikan penghasilan dari dividen ataupun penghasilan BUT luar negeri setelah pajak dalam jangka waktu tertentu maka dividen dan penghasilan dari BUT luar negeri akan menjadi penghasilan pada tahun pajak diperoleh. Pajak atas penghasilan yang telah dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan tersebut merupakan kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.

Sebelumnya :

dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

  1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
  2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;

Menjadi  :

dividen atau penghasilan lain dengan ketentuan sebagai berikut: 

  • 1. dividen yang berasal dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak: 
    • a. orang pribadi dalam negeri sepanjang dividen tersebut diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
      dalam jangka waktu tertentu; dan/atau
    • b. badan dalam negeri
  • 2. Dividen yang berasal dari luar negeri dan penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dalam negeri atau Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sepanjang diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kebutuhan bisnis lainnya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu, dan memenuhi persyaratan berikut: 
    • a. Dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan tersebut paling sedikit sebesar 30% (tiga puluh persen) dari laba setelah
      pajak: atau
    • b. dividen yang berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek diinvestasikan di Indonesia sebelum Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas dividen tersebut sehubungan dengan penerapan Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang ini.
  • 3. Dividen yang berasal dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada angka 2 merupakan: 
    • a. Dividen yang dibagikan berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek; atau
    • b. Dividen yang dibagikan berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek sesuai dengan proporsi kepemilikan saham.
  • 4. Dalam hal dividen sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b) dan penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam angka 2, diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia kurang dari 30% (tiga puluh persen) dari jumlah laba setelah pajak sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a) berlaku ketentuan:
    • a. atas dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan tersebut, dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan; 
    • b. atas selisih dari 30% (tiga puluh persen) laba setelah pajak dikurangi dengan dividen dan/atau penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dikenai Pajak Penghasilan;
    • c. atas sisa laba setelah pajak dikurangi dengan dividen dan/atau penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan sebagaimana dimaksud pada huruf a) serta atas selisih sebagaimana dimaksud pada huruf b), tidak dikenai Pajak Penghasilan; 
  • 5. Dalam hal dividen sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b) dan penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam angka 2, diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebesar lebih dari 30% (tiga puluh persen) dari jumlah laba setelah pajak sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a), berlaku ketentuan: 
    • a. atas dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan tersebut, dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan;
    • b. atas sisa laba setelah pajak dikurangi dengan dividen dan/atau penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan sebagaimana dimaksud dalam huruf a), tidak dikenai Pajak Penghasilan;
  • 6. Dalam hal dividen yang berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek diinvestasikan di Indonesia setelah Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas dividen tersebut sehubungan dengan penerapan pasal 18 ayat (2) Undang-Undang ini, dividen dimaksud tidak dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 2.
  • 7. Pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari luar negeri tidak melalui bentuk usaha tetap yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dalam negeri atau Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan dalam hal penghasilan tersebut diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu dan memenuhi persyaratan berikut: 
    • a. penghasilan berasal dari usaha aktif di luar negeri;
    • b. bukan penghasilan dari perusahaan yang dimiliki di luar negeri.
  • 8. Pajak atas penghasilan yang telah dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 6 berlaku ketentuan: 
    • a. tidak dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang; 
    • b. tidak dapat dibebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan; dan/atau 
    • c. tidak dapat dimintakan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. 
  • 9. Dalam hal Wajib Pajak tidak menginvestasikan penghasilan dalam jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 6, berlaku ketentuan: 
    • a. penghasilan dari luar negeri tersebut merupakan penghasilan pada Tahun pajak diperoleh; dan
    • b. Pajak atas penghasilan yang telah dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan tersebut merupakan kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Undang-Undang ini. 
  • 10. Ketentuan lebih lanjut mengenai: 
    • a. kriteria, tata cara dan jangka waktu tertentu untuk investasi sebagaimana dimaksud pada angka 2, angka 3 dan angka 6;
    • b. tata cara pengecualian pengenaan pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 2, angka 3 dan angka 6;
    • perubahan batasan dividen yang diinvestasikan sebagaimana dimaksud pada angka 4 dan angka 5,
      diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan

e. Penambahan Pada Pasal 4 ayat (3)

  • huruf O :  Dana setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan/atau BPIH khusus, dan penghasilan dari pengembangan keuangan haji dalam bidang atau instrumen keuangan tertentu, diterima Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), yang ketentuanya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
  • huruf P : sisa lebih yang diterima/diperoleh badan atau lembaga sosial dan keagamaan yang terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana sosial dan keagamaan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, atau ditempatkan sebagai dana abadi, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;  
  • huruf Q : keuntungan karena pengalihan harta orang pribadi, harta anggota firma, perseroan komanditer atau kongsi tersebut kepada perseroan terbatas di dalam negeri sebagai pengganti sahamnya, dengan syarat:
    • 1. pihak yang mengalihkan atau pihak-pihak yang mengalihkan secara bersama-sama memiliki paling sedikit 90% (sembilan puluh persen) dari jumlah modal yang disetor;
    • 2. pengalihan tersebut diberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak;
    • 3. pengenaan pajak dikemudian hari atas keuntungan tersebut dijamin. 

f. Penambahan Pada Pasal 26

Pada Pasal 26, RUU Cipta Kerja menambahkan satu ayat yakni Pasal 26 ayat (1b). Pasal 26 ayat (1b) menambah ketentuan mengenai PPh Pasal 26 atas bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang pada Pasal 26 ayat (1) huruf. Pada Pasal 26 ayat (1b), tarif sebesar 20% dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang dapat diturunkan melalui peraturan pemerintah (PP).

Menjadi :

Pasal 26 ayat (1b) : Tarif sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diturunkan dengan Peraturan Pemerintah.

Simpulan

Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Pasal-pasal UU PPh yang diubah melalui RUU Cipta Kerja adalah Pasal 2 terkait Subjek Pajak (tambahan jenis SPLN), Pasal 4 terkait Objek Pajak diantaranya pengecualian bagi WNA yang memanfaatkan P3B termasyk kriteria keahlian serta pengecualian dividen sebagai objek apabila diinvestasikan kembali, dan Pasal 26 terkait penambahan yaitu pemotongan dengan tarif 20% dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan bunga.