Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.  Penerima penghasilan disebut subjek pajak  yang salah satunya adalah Orang Pribadi. Maka setiap orang pribadi yang memiliki penghasilan  yang berasal dari pekerjaan, jasa maupun kegiatan sepanjang diatur oleh Undang-Undang dikenakan Pajak Penghasilan.

Yang dimaksud dengan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP OPPT) sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 215/PMK.03/2018  adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan atau jasa, tidak termasuk jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, pada 1 (satu) atau lebih tempat kegiatan usaha yang berbeda dengan tempat tinggal Wajib Pajak.

Disebutkan bahwa Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Tahun Pajak yang lalu dikurangi dengan:

  • Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang PPh dan Pasal 23 Undang-Undang PPh serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang PPh; dan
  • Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Undang-Undang PPh

dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian Tahun Pajak. Namun, Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 seperti ini tidak berlaku bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.

tentang bagaimana penghitungan angsuran bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP OP PT) akan dibahas dalam tulisan berikut.

Dasar Hukum Terkait :

  1. UU PPh Pasal 25 ayat (7) yang menjelaskan bahwa Menteri Keuangan menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak bagi:
    1. Wajib Pajak baru;
    2. bank, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, Wajib Pajak masuk bursa, dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus membuat laporan keuangan berkala; dan
    3. Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari peredaran bruto.
  2. UU KUP Pasal 3 ayat (3a) yang mengatakan Wajib Pajak dengan kriteria tertentu dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu) Surat Pemberitahuan Masa;
  3. Peraturan Menteri Keuangan nomor 215/PMK.03/2018 tentang penghitungan angsuran pajak penghasilan dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa, Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala dan wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu.

Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu

Pengertian & Kewajiban NPWP

Di atas telah disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP OPPT) adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan atau jasa, tidak termasuk jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, pada 1 (satu) atau lebih tempat kegiatan usaha yang berbeda dengan tempat tinggal Wajib Pajak.

Jadi bagi Orang Pribadi  yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan jasa wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi setiap tempat usaha di Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat usaha tersebut (NPWP Cabang) dan di Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak (NPWP Domisili), ataupun dalam hal tempat usaha dan tempat tinggal Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu berada dalam wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak yang sama (Tidak Perlu NPWP Cabang).

Contoh 1:

Richard mempunyai tempat tinggal sekaligus tempat usaha yang melakukan kegiatan usaha perdagngan di wilayah KPP Pratama Purwakarta maka wajib mendaftarkan NPWP di KPP Pratama Purwakarta, maka terhadap WP OPPT tersebut hanya diterbitkan NPWP domisili (tidak perlu diterbitkan NPWP cabang), pengenaan pembayaran angsurannya adalah 0,75% dari peredaran bruto/omzet/penjualan kotor/pendapatan kotor dalam setiap bulannya.

Contoh 2:

Wijaya Kusama mempunyai tempat tinggal di wilayah KPP Pratama Bekasi Utara dan tempat kegiatan usaha perdagangan di wilayah KPP Pratama Bekasi Selatan, maka Wijaya Kusuma wajib mendaftarkan NPWP di KPP Pratama Bekasi Utara sebagai NPWP domisili dan juga mendaftarkan NPWP di KPP Bekasi Selatan sebagai NPWP Cabang/ NPWP Lokasi.

Di KPP Pratama Bekasi Utara Sdr. Wijaya Kusuma tidak memiliki kewajiban PPh Pasal 25 (hanya pada saat penyampaian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi) sedangkan di KPP Pratama Bekasi Selatan memiliki kewajiban PPh Pasal 25 dimana pengenaan pembayaran angsurannya adalah 0,75% dari peredaran bruto/omzet/penjualan kotor/pendapatan kotor dalam setiap bulannya.

Contoh 3 :

Ir. Bambang Prasetyo,. MM mempunyai tempat tinggal di KPP Pratama Cikarang Utara, memiliki 2 (dua) tempat kegiatan usaha perdagangan di KPP Pratama Cibitung serta 1 (satu) tempat kegiatan usaha di wilayah KPP Pratama Karawang Utara maka di KPP Pratama Cikarang Utara Ir. Bambang Prasetyo diterbitkan NPWP Domisili dan tidak ada kewajiban PPh Pasal 25, sementara Di KPP Pratama Cibitung diterbitkan 2 (dua) NPWP Cabang atas masing-masing tempat kegiatan usaha perdagngan dan jasa serta memiliki kewajiban PPh Pasal 25 sebesar 0,75% dari peredaran bruto dari masing-masing tempat usaha. Dan Di KPP Pratama Karawang Utara diterbitkan 1 (satu) NPWP Cabang atas 1 (satu) tempat usaha, PPh Pasal 25 sebesar 0,75% dari peredaran bruto/omzet/penjualan kotor/pendapatan kotor dalam setiap bulannya.

Kewajiban Mengangsur

Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, ditetapkan sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat kegiatan usaha perdagangan dan jasa. Dibayar di Bank Persepsi atau Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pos Persepsi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak dengan memperhatikan Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya.

Atas pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 sebesar 0.75% tersebut merupakan kredit pajak atas Pajak Penghasilan yang terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang melakukan pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 tersebut dan Surat Setoran Pajaknya telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara, dianggap telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 25 ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan tanggal validasi yang tercantum pada Surat Setoran Pajak.

Kewajiban Pelaporan

Dan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu dengan jumlah angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 Nihil atau yang melakukan pembayaran tetapi tidak mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara, tetap harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 25 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Perlu diketahui bahwa Dalam hal Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu tidak melakukan kegiatan usaha perdagangan dan jasa di tempat tinggalnya maka Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu tersebut tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 25 di Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal.

Kewajiban Pembayaran

Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dilakukan di Bank Persepsi atau Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pos Persepsi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak dengan memperhatikan Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya, yang dilakukan:

  • setelah tanggal jatuh tempo pembayaran tetapi belum melewati batas akhir pelaporan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009; atau
  • setelah tanggal jatuh tempo pembayaran dan pelaporan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) dan denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.

Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 25  sampai dengan tanggal jatuh tempo pelaporan, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.

Penyampaian SPT Tahunan

Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dengan melampirkan daftar jumlah penghasilan dan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari masing-masing tempat usaha ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.

WP OPPT dan Kewajiban Final UKM

Dengan berlakunya PP 23 tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu atau dikenal dengan  kewajiban Final 0.5%  tetap tidak menggugurkan tata cara pembayaran angsuran 0,75% bagi WP OPPT,  dengan kondisi apabila WP yang memilih dikenakan PPh Final berdasarkan PP 23 tahun 2018 pada suatu tahun pajak atau melewati batas waktu yang ditentukan seperti :

  • 7 (tujuh) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi;
  • 4 (empat) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, atau firma; dan
  • 3 (tiga) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas.

Contoh :

Heri Kurnia merupakan Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan usaha perdagangan mobil bekas yang memiliki 1 (satu) tempat kegiatan usaha sehingga Heri Kurnia termasuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu. Peredaran bruto usaha Tahun Pajak 2018 adalah sebesar Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) sehingga pada Tahun Pajak 2018 Heri Kurnia dikenai PPh yang bersifat final.

Berdasarkan pembukuan yang dilakukan diketahui bahwa peredaran bruto usaha sampai dengan akhir Tahun Pajak 2018 berjumlah Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Dengan demikian pada Tahun Pajak 2019 Heri Kurnia dikenai PPh berdasarkan tarif umum Undang-Undang Pajak Penghasilan, dan Heri Kurnia wajib menyetorkan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25, sesuai ketentuan angsuran bagi orang pribadi pengusaha tertentu.

Pada bulan Januari 2019 peredaran bruto dari usaha Heri Kurnia adalah sebesar Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

Dengan demikian, penghitungan angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan Januari 2019 adalah sebagai berikut:

PPh Pasal 25                 = 0,75% x Rp 400.000.000,00 = Rp 3.000.000,00

Angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan selanjutnya sampai dengan bulan Desember 2019 adalah 0,75% dikalikan peredaran bruto pada bulan yang bersangkutan.

Diedit kembali dari tulisan http://www.nusahati.com/2014/07/sekilas-tentang-wp-op-pengusaha-tertentu/