Disrupsi perpajakan untuk dapat memperluas basis perpajakan segera dimulai, hal ini adalah bagian dari cita-cita reformasi perpajakan jilid I (2002 s.d. 2008) untuk menjadikan institusi perpajakan yang kuat, kredibel, dan akuntabel.
Sebagaimana kita rasakan bersama sesungguhnya ketika Nom0r Induk Kependudukan (NIK), Nama, Tempat Lahir, dan Tanggal Lahir sudah sesuai dengan data dalam Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) tidak ada lagi argumen NIK tidak menjadi Nomor Identitas Perpajakan.
banyaknya pertanyaan dari Wajib Pajak dan sesama rekan seperjuangan terkait saat pasti pemberlakuan NIK sebagai NPWP terlebih diminggu terakhir bulan Juni 2024 bahkan penulispun tidak mampu memastikan jadi atau tidaknya, hingga keluarnya Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-6/PJ/2024 tertanggal 28 Juni 2024 tentang penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), NPWP dengan format 16 digit, dan Nomor Identitas Tempat Kegiatan usaha (NITKU) dalam layanan administrasi perpajakan yang mulai berlaku tanggal 1 Juli 2024.
NIK Sebagai NPWP
Dengan keluarnya Peraturan Direktur Jenderal tersebut adalah langkah yang wajib dilakukan sebelum masuk ke dalam Pembaharuan Sistem Inti Administrasi perpajakan (PSIAP). Dengan pemberlakuan NIK sebagai NPWP maka untuk sementara tujuh layanan administrasi sudah dapat dilakses yaitu :
- e-registration;
- Akun Wajib Pajak pada DJP Online;
- Informasi KSWP;
- Penerbitan bukti pot/put PPh Pasal 21/26 ;
- Penerbitan bukti pot/put SPT PPh Unifikasi;
- Penerbitan bukti pot/put PPh Pasal 21/26 dan SPT PPh Unifikasi Instansi pemerintah;
- Pengajuan keberatan (e-objection)
Menuju Pemberlakuan Coretax
Seiring dengan pemberlakuan NIK sebagai NPWP, maka Core Tax Administration System (CTAS) atau lebih enak didengar Coretax atau lebih cita rasa Indonesia sering disebut Pembaruan Sistem inti Administrasi perpajakan (PSIAP) pun mulai siap digunakan, maka jika ini berjalan setidaknya terdapat beberapa hal yang perlu diketahui yaitu :
- Adanya menu perhitungan PPh Pasal 25 yang dapat digunakan oleh berbagai entitas termasuk bursa, BUMN, BUMD, dan bank berdasarkan laporan keuangan yang dilaporkan ke otoritas terkait;
- Pelaporan SPOP PBB dilakukan melalui sistem dengan penyesuaian sektor atau sub-sektor yang digunakan oleh wajib pajak;
- Aplikasi untuk SPT Masa PPN, PPN DN, pemungut PPN non-PKP, dan pemungut PPN perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) dapat diakses oleh non-PKP dan PKP;
- Kompensasi kelebihan pajak terisi otomatis dengan informasi saldo kompensasi yang tersedia di sistem;
- Perhitungan PPh Pasal 21 lebih sederhana dengan tarif efektif;
- Cabang usaha dapat menerbitkan bukti potong, tetapi pelaporan dan pembayaran hanya dapat dilakukan oleh entitas pusat;
- Integrasi data pemotongan PPh Pasal 21 bulanan pegawai tetap dengan bukti pemotongan tahunan A1/A2 pegawai tetap;
- SPT Masa PPh unifikasi terintegrasi dengan e-bupot, termasuk fasilitas PPh yang ditanggung pemerintah;
- Aplikasi SPT Masa PPh Unifikasi yang sama digunakan oleh instansi pemerintah dan non pemerintah;
- Pembuatan kode billing untuk pembayaran terkait dengan Kurang Bayar pada SPT dilakukan melalui menu SPT;
- Pengisian SPT tahunan PPh dimulai dari induk dengan menjawab pertanyaan, kemudian dilanjutkan ke lampiran yang disyaratkan sesuai dengan kondisi Wajib Pajak;
- Bukti potong atau pungut yang diterbitkan oleh pemotong/pemungut dapat dimanfaatkan langsung pada pengisian SPT Tahunan PPh melalui prefill secara otomatis;
- Bukti potong PPh tersedia secara sistem, termasuk bukti potong yang diterima oleh tanggungan yang berada dalam satu kesatuan data unit keluarga;
- Tersedia menu pencatatan (simple record of bookeeping) untuk dapat digunakan oleh Wajib Pajak UMKM;
- WP OP yang memenuhi syarat tidak perlu menyampaikan SPT Tahunan PPh OP;
Redesain dan reengineering PSIAP yang berbasis commercial off-the-shelf (COTS) ini diharapkan dapat merealisasikan mimpi dan cita-cita reformasi insitusi terpenting ini….
…
Sumber : https://nusahati.com/2024/07/jika-coretax-mulai-digunakan/