Pada Tahun 2011 Menteri Keuangan, Agus Martowardjojo memunculkan suatu wacana pensiun dini terhadap Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang dimulai dari Kementerian Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak. Adapun tujuan dari Pensiun Dini tersebut dengan harapan :

  1. Agar kinerja dan produktivitas kerja pegawai di Kementerian Keuangan meningkat, artinya pekerjaan yang sama bisa dikerjakan dengan pegawai yang lebih sedikit.
  2. Penekanan pembiayaan negara, akibat besarnya belanja pegawai.

Ada yang menduga wacana pensiun dini bagi jajaran pegawai pajak adalah bagian dari Reformasi Perpajakan jilid III. Hingga timbul pertanyaan saat itu apakah institusi ini tidak melihat bagaimana sebuah negara tetangga Jepang yang cukup baik tentang pengelolaan penerimaan dan administrasi perpajakannya yang memiliki kurang lebih 50 ribu pegawai pajak? dibanding Indonesia yang lebih banyak jumlah penduduknya dengan jumlah pegawai yang kurang lebih sekitar 30 ribuan?

Reformasi Pajak

Pada Tahun 2002 saat reformasi perpajakan Jilid I, dengan dasar mempertimbangkan perbaikan akhlak, moral, dan tanggung jawab Pejabat, maka secara terus menerus dilakukan perbaikan sistem, administrasi, dan kebijakan perpajakan yang dapat mengurangi pertemuan antara wajib pajak dan petugas.

Maka lompatan yang dilakukan adalah, pembukaan Kantor wajib pajak besar, diikuti uji coba untuk wajib pajak menengah dan kecil dengan sistem perpajakan modern.

Pada Kantor wajib pajak besar tersebut, dibentuk account representative yang bertujuan mengetahui segala tingkah laku, ruang lingkup bisnis, dan segala sesuatu yang berkaitan dangan hak dan kewajiban wajib pajak yang diawasinya (knowing your taxpayer). Dan pelayanan kepada wajib pajak dapat dilakukan secara tuntas pada satu meja.

Pembentukan kantor ini merupakan bagian tidak terpisahkan dari tiga pilar reformasi perpajakan, yaitu reformasi bidang administrasi perpajakan, reformasi bidang peraturan perpajakan dan reformasi pengawasan perpajakan.

Dirjen Pajak Darmin Nasution menyatakan bahwa 2009 ini adalah tahun dicanangkannya reformasi perpajakan jilid dua, yaitu dimulai dengan reformasi bidang Sumber Daya Manusia (SDM) (19/3/2009).

Reformasi bidang SDM ini meliputi pembenahan mutu, integritas serta militansi SDM perpajakan melalui peningkatan pelatihan baik di dalam maupun di luar negeri.

Transformasi Organisasi (TO)

Melihat hal tersebut dapatlah disadari bahwa perubahan ini menuntut organisasi mengambil langkah strategis agar organisasi dapat terus berkembang dengan baik tentu sesuai dan dengan perubahan yang terjadi berkelanjutan.

Handoko (1996) menyatakan bahwa tujuan Transformasi Organisasi dilakukan untuk mengarah pada efektifitas organisasi, dan proses pengolahan perubahan dimana harus mencakup dua gagasan dasar, yaitu : (1) redistribusi kekuasaan dalam struktur organisasi, dan (2) redistribusi ini dihasilkan dari proses perubahan yang bersifat pengembangan.

Berdasarkan teori tersebut di atas, sebenarnya, yang dimaksud dengan transformasi organisasional adalah perubahan-perubahan organisasional yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan internal dan eksternal, sifatnya radikal, atau evolusioner. Tetapi, dalam konteks transformasi organisasional sebagai wujud respon organisasi terhadap perubahan lingkungan, Ross Perot seperti dikutip oleh Walker (1988) menyatakan: “slow,gradual, evolutionary change is the same as none at all.” Perubahan-perubahan yang sifatnya lambat, bertahap, evolusioner dipandang tidak dapat mengakomodasi perubahan lingkungan yang cepat. Jadi, perubahan-perubahan organisasional yang evolusioner tidak relevan dengan perubahan lingkungan yang cepat.Perubahan radikal dalam transformasi organisasional memunculkan tantangan berat bagi organisasi saat ini, bagaimana organisasi dapat melakukan transformasi organisasional tanpa menimbulkan masalah, atau dampak yang menyakitkan bagi anggota organisasinya. Perubahan tidak selalu diterima oleh anggota organisasi, lebih-lebih oleh anggota yang terkena dampak perubahan tersebut. Agar perubahan yang dilakukan dapat berhasil, dan tidak menimbulkan dampak yang menyakitkan bagi anggota organisasi, organisasi tidak boleh melakukan perubahan secara terus-menerus, organisasi harus mengetahui kapan saat yang tepat untuk melakukan perubahan. perubahan besar dan perubahan kecil harus dilakukan pada interval waktu yang tepat. Ini disebut dengan dynamic stability (Abrahamson, 2000).

Produktivitas Kerja Atau Penghematan Anggaran

Ini adalah poin yang diharapkan oleh Bapak Menteri dari wacana Pensiun Dini. Jika berbicara tentang Produktivitas Kerja apalagi Penghematan Anggaran (Agenda Pensiun Dini) dapat diduga bahwa ini berbicara masalah Transformasi, yang dapat kita lihat contoh dari keberhasilan Transformasi Bisnis secara fundamental yang dilakukan oleh PT. Telkom (2009), yang salah satunya di lakukan dengan melakukan Pensiun Dini yang tidak dibatasi. Hal ini menambah agenda reformasi perpajakan yang telah dilakukan oleh pendahulunya yaitu 3 pilar reformasi perpajakan. Jika sebelumnya telah dilakukan kelanjutan reformasi perpajakan Jilid I dan Jilid II, maka apakah agenda yang dilemparkan ini adalah merupakan reformasi Jilid III. Semoga ya, karena jika tidak hal ini sudah menimbulkan beberapa pertanyaan dalam anggota organisasi yang dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Pajak.

Semoga Bapak Menteri sudah melakukan konsolidasi dan rekonsiliasi dengan jajaran puncak di Direktorat Jenderal Pajak dan telah direncanakan dengan matang dan transparan, Selain, dukungan dan keterlibatan manajemen puncak, visi perubahan yang jelas, model perubahan khususnya untuk Human Resources direncanakan secara matang, melibatkan semua pihak pada berbagai tingkatan manajemen dalam merencanakan dan mengimplementasikan transformasi organisasional, karyawan juga harus lebih diberdayakan.

Beberapa faktor terjadinya penolakan perubahan menurut T. Hani Handoko (1996) adalah sebagai berikut:

  1. Orang mungkin menyangkal bahwa perubahan sedang terjadi. Bila ini terjadi organisasi kemungkinan akan terus kehilangan efektifitasnya.
  2. Orang mungkin mengabaikan perubahan. Manajer mungkin menangguhkan keputusan-keputusan dengan harapan bahwa masalah yang terjadi akan hilang dengan sendirinya.
  3. Orang mungkin menolak perubahan. Karena berbagai alasan manajer dan karywan mungkin menentang perubahan.
  4. Orang mungkin menerima perubahan dan menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut.
  5. Orang juga mungkin mengantisipasi perubahan dan merencanakannya, seperti yang banyak dilakukan perusahan-perusahaan progresif.

akhirnya, sebagai anggota dari organisasi yang sudah mendengar dengung transformasi ini yang secara prinsip menyetujui poin 4 di atas, sangat diharapkan konsistensinya sejalan dengan apa yang dilakukan pendahulunya yaitu melanjutkan tiga pilar reformasi perpajakan, yaitu reformasi bidang administrasi perpajakan, reformasi bidang peraturan perpajakan dan reformasi pengawasan perpajakan.

Tulisan ini diambil dari : https://nusahati.com/2011/06/reformasi-perpajakan-pensiun-dini/