Baru-baru ini Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan suatu regulasi percepatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang dituangkan dalam PER-5/PJ/2023 yang berlaku saat tanggal penetapan yaitu tanggal 9 Mei 2023. Penulis tidak tertarik dan berkeinginan mengomentari landasan hukum dalam beleid ini karena jelas motivasinya baik yaitu memberikan kepastian hukum, keadilan, kemudahan, dan yang lebih penting adalah percepatan layanan pengembalian kelebihan pembayaran pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang menyampaikan SPT Tahunan PPh dengan status Lebih Bayar dengan jumlah besaran tertentu serta penyederhanaan administrasi pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
Ada baiknya kita membaca tulisan-tulisan terdahulu terkait percepatan restitusi diantaranya :
Dalam 2 (dua) tulisan di atas, sejak tahun 2018 Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan penyederhanaan administrasi pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau istilah lainnya adalah melakukan percepatan proses restitusi. Pemangkasan waktu proses restitusi pajak bervariasi ada yang tadinya bisa 10 bulan kini bisa 3 bulan hingga 15 hari. Ada 3 (tiga) channel yang dibuka dalam rangka proses percepatan restitusi ini yang bersifat pendahuluan (tanpa adanya pemeriksaan) yaitu :
- Wajib Pajak Kriteria Tertentu (Wajib Pajak Patuh)
- PKP Beresiko Rendah (Low Risk)
- Wajib Pajak Persyaratan Tertentu (WP Restitusi Kecil)
Untuk poin 1 dan 2 diperlukan Surat Keputusan dari Direktorat Jenderal Pajak yang bersumber dari Wajib Pajak melalui permohonan atau DJP secara jabatan, sementara untuk poin 3 tidak perlu Surat Keputusan sepanjang memenuhi jumlah tertentu berlaku untuk semua jenis pajak (SPT Tahunan PPh Badan/OP, dan PPN) untuk PPN hanya bisa dilakukan di Masa Desember kecuali memenuhi unsur Resiko Rendah.
PER-05/PJ/2023
Harus diakui, kadangkala dalam penyampaian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang lebih bayar hingga Rp 100 Juta, bisa memilih diantaranya :
- Direstitusikan (Pasal 17B);
- Dikembalikan dengan SKPPKP (Pasal 17 C);
- Dikembalikan dengan SKKPP (Pasal 17 D).
Namun, banyak Wajib Pajak yang tidak paham sehingga memilih Pasal 17 C sementara tidak memiliki SK dari DJP yang berujung pada ditindaklanjuti dengan Pasal 17B yaitu melalui pemeriksaan.
Atau ada Wajib Pajak yang adalah Pegawai Tetap yang memilih Pasal 17 D sementara Wajib Pajak hanya bekerja dalam bagian tahun pajak dengan menggunakan e-filing dan menjadi Lebih Bayar, sementara atas penghasilannya dalam 1721-A1 yang disetahunkan dimana seharusnya untuk jenis ini harus menggunakan e-form agar bisa meng-edit besaran PPh terutang dan dipotong sehingga menjadi nihil (Pasal 16 ayat (4) UU PPh). Hal ini akhirnya menyebabkan Wajib Pajak bersangkutan diteruskan melalui Pasal 17B yaitu melalui pemeriksaan. Atau bisa saja Wajib Pajak sudah paham terkait pengembalian pendahuluan namun khawatir jika suatu saat diperiksa dan menyebabkan kurang bayar akan ditambah dengan sanksi sebear 100% dari jumlah kurang dibayar.
a. Otomatis Pasal 17D
Ketentuan ini hanya untuk Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi yang menyampaikan SPT Tahunan PPh Lebih Bayar hingga Rp. 100 Juta dimana sifatnya otomatis dikembalikan (Pasal 17D), walaupun Orang Pribadi tersebut tetap bisa memilih skema restitusi (Pasal 17B) hal ini sesuai pasal 2 ayat (7) yang mengatakan WP yang tidak setuju harus menyampaikan tanggapan kepada DJP sebelum penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP).
b. Pengurangan Sanksi
Karena bersifat otomatis kecuali memberi tanggapan, maka DJP pun melakukan antisipasi terkait sanksi administrasi (Pasal 17 D ayat (5)) apabila suatu saat diperiksa yang menyebabkan kurang dibayar ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100%. Sebagaimana kita ketahui bahwasanya Pasal 17 C dan Pasal 17 D walaupun dilakukan pengembalian pendahuluan, namun bisa saja dilakukan pemeriksaan (post audit) dikemudian hari yang bisa saja menjadi Kurang Bayar.
Adapun antisipasi adalah Wajib Pajak dapat memanfaatkan Pasal 36 ayat (1a) UU KUP berupa pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang difasilitasi oleh DJP apabila terkait resitusi dipercepat bisa berupa secara jabatan.
c. Proses Dipercepat
SPT Tahunan yang telah disampaikan secara lengkap sampai dengan 31 Mei 2023 dengan situasi :
- belum dilakukan pemeriksaan sampai dengan tanggal 31 Mei 2023;
- telah dilakukan pemeriksaan tetapi sampai dengan tanggal 31 Mei belum dilakukan penyampaian SPHP kepada Wajib Pajak; juga
- SPT Tahunan telah dilakukan pemeriksaan dan sampai tanggal 31 Mei 2023 SPHP telah disampaikan kepada Wajib Pajak.
Jika hasil penelitian terhadap permohonan terdapat kelebihan pembayaran pajak maka pemberitahuan dan permintaan rekening disampaikan kepada Wajib Pajak paling lambat pada tanggal 8 Juni 2023, dan SKPPKP diterbitkan paling lambat tanggal 22 Juni 2023.
sumber : www.nusahati.com