John Fitzgerald Due mengatakan bahwasanya “Kebijakan pajak harus netral dan tidak boleh mempengaruhi pilihan masyarakat untuk mengkonsumsi atau memproduksi barang.” Hal tersebut juga mendasari baik orang pribadi maupun badan tidak boleh dilimitasi dalam melakukan suatu usaha sepanjang usaha tersebut legal dan tidak bertentangan dengan hukum.

Sebagai contoh, Sebuah perusahaan luar negeri kita sebut saja Odading AG sebuah perusahaan yang berbasis di negara Swiss mengutus salah seorang pegawainya (Ronald Hummer) ke Indonesia untuk melakukan Jasa Informasi terkait pangsa pasar di Indonesia, namun pegawai tersebut ditempatkan di PT. Konsultan Indonesia Selaras sebagai tenaga ahli. Atas hal tersebut Odading AG mengikat kontrak perjanjian dimana Odading AG akan membayar sebesar Rp. 75.000.000,-/bulan dengan rincian Rp. 50.000.000,- sebagai gaji Ronald Hummer dan Rp. 25.000.000,- sebagai Fee bagi PT. Konsultan Indonesia Selaras. Atas kondisi tersebut apakah merupakan Ekspor Jasa Kena Pajak?

Sistem Pemungutan PPN

Hal yang penting dipahami dalam sistem pemungutan PPN di Indonesia (dapat dibaca kembali dalam tulisan terdahulu “Mekanisme Prinsip Pemungutan PPN.”) adalah :

  • Apakah barang dan/atau jasa tersebut diproduksi di Indonesia? (Origin Principle);
  • Apakah barang dan/atau jasa tersebut dikonsumsi di Indonesia? (Destination Principle).

Jika kedua hal tersebut terpenuhi makan barang dan/atau jasa terutang PPN semisal Produk Impor dikenakan PPN dengan tarif 11% dan produk yang diekspor dikenakan PPN dengan tarif 0%, penerapan prinsip ini tercermin dalam Pasal 7 ayat (2) UU PPN yang menyebutkan tarif PPN sebesar 0% diterapkan atas :

  • Ekspor BKP Berwujud, setiap kegiatan mengeluarkan Barang Kena Pajak Berwujud dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean.
  • Ekspor BKP Tidak Berwujud, setiap kegiatan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari dalam Daerah Pabean di luar Daerah Pabean.
  • Ekspor JKP, setiap kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak ke luar Daerah Pabean.

Jasa dan Ekspor JKP Terutang PPN

Dalam pasal 1 point 5 UU PPN menyebutkan  bahwasanya jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.

Sebelum 29 Maret 2019 (pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.010/2019), hanya tiga jenis Jasa Kena Pajak yang dikenakan dengan tarif 0%, yaitu :

  1. Jasa Maklon;
  2. Jasa Perbaikan dan Perawatan; dan
  3. Jasa Konstruksi.

Maka, selain ke tiga jenis Jasa Kena Pajak tersebut tetap dikenakan PPN dengan tarif normal (11%). Namun sejak pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.010/2019, dengan motivasi meningkatkan perekonomian dengan mendorong ekspor jasa dan meningkatkan daya saing industri jasa nasional serta menjadi wujud konsistensi penerapan destination principle, maka jenis Jasa Kena Pajak yang ekspornya dikenai PPN 0% diperluas.

Berdasarkan ketentuan PMK-32/PMK.010/2019 dijelaskan Kegiatan Ekspor Jasa Kena Pajak merupakan kegiatan pelayanan di dalam Daerah Pabean yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dimanfaatkan di luar Daerah Pabean. Artinya kegiatan dilakukan di Indonesia, manfaat ada di luar negeri. Terdapat tiga jenis  kegiatan ekspor jasa yaitu :

  • kegiatan yang melekat pada barang bergerak yang dikeluarkan untuk dimanfaatkan di luar Daerah Pabean, meliputi :
    • jasa maklon;
    • jasa perbaikan dan perawatan;
    • jasa pengurusan transportasi (freight forwading) terkait barang tujuan ekspor.
  • kegiatan yang melekat pada barang tidak bergerak yang berada di luar Daerah Pabean, meliputi jasa konsultansi konstruksi yang meliputi pengkajian, perencanaan, dan perancangan konstruksi terkait dengan bangunan atau rencana bangunan yang berada di luar Daerah Pabean.
  • kegiatan selain kegiatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang hasilnya diserahkan untuk dimanfaatkan di luar Daerah Pabean berdasarkan permintaan Penerima Ekspor Jasa Kena Pajak dengan cara:
    • penyampaian langsung atau tidak langsung antara lain melalui pos dan saluran elektronik; atau
    • berupa penyediaan hak untuk dipakai (akses) di luar Daerah Pabean, meliputi :
      • jasa teknologi dan informasi;
      • jasa penelitian dan pengembangan (research and development);
      • jasa persewaan alat angkut berupa persewaan pesawat udara dan/atau kapal laut untuk kegiatan penerbangan atau pelayaran internasional;
      • jasa konsultansi bisnis dan manajemen, jasa konsultansi hukum, jasa konsultansi desain arsitektur dan interior, jasa konsultansi sumber daya manusia, jasa konsultansi keinsinyuran (engineering Services), jasa konsultansi pemasaran (marketing Services), jasa akuntansi atau pembukuan, jasa audit laporan keuangan, dan jasa perpajakan;
      • jasa perdagangan berupa jasa mencarikan penjual barang di dalam Daerah Pabean untuk tujuan ekspor; dan
      • jasa interkoneksi, penyelenggaraan satelit dan/atau komunikasi/konektivitas data.

Persyaratan Ekspor JKP Terutang PPN

Dikatakan kegiatan jasa yang dilakukan di Indonesia dan penerima manfaat atas jasa tersebut berada di luar negeri, disebutkan sebagai Ekspor Jasa Kena Pajak dikenai PPN dengan dua syarat yaitu :

  • didasarkan atas perikatan atau perjanjian tertulis antara Pengusaha Kena Pajak dengan Penerima Ekspor Jasa Kena Pajak yang mencantumkan dengan jelas:
    • jenis;
    • rincian kegiatan yang dihasilkan di dalam Daerah Pabean untuk dimanfaatkan di luar Daerah Pabean oleh Penerima Ekspor Jasa Kena Pajak; dan
    • nilai penyerahan.
  • terdapat pembayaran disertai dengan bukti pembayaran yang sah dari Penerima Ekspor Jasa Kena Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak sehubungan dengan Ekspor Jasa Kena Pajak.

Apabila kedua syarat tersebut tidak terpenuhi, maka dianggap bukan sebagai ekspor jasa dan dikenakan tarif normal sebesar 11%.

Ekspor JKP Tidak Terutang PPN

Atas Jasa Kena Pajak berupa  Kegiatan Ekspor Jasa Kena Pajak merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan di luar Daerah Pabean yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dimanfaatkan di luar Daerah Pabean. Artinya kegiatan yang dihasilkan dan  dimanfaatkan di luar daerah pabean tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai.

… Loading

Sumber : www.nusahati.com