Baru-baru ini penulis mendengarkan curahan hati dari seorang pedagang kelontong yang mengajukan upaya hukum perpajakan berupa keberatan dan telah mendapat surat keputusan penolakan atas permohonan keberatannya. Yang menyayat hati adalah keterkejutannya, ketika dia mengetahui bahwasanya atas penolakan permohonan keberatannya maka utang pajaknya akan ditambah dengan sanksi 50% atas produk ketetapan yang tidak disetujui sebagaimana diatur dalam pasal 25 ayat (9) UU KUP. (Konsekuensi Atas Upaya Hukum Wajib Pajak)
Setelah mendengarkan semua keluhan dan mendengarkan apa yang menjadi sengketa dalam keberatan Wajib Pajak, penulis menjelaskan sesuai dengan maksud dan tujuan dari suatu ketentuan perpajakan menurut perspektif penulis. Dan terhadap keputusan keberatan, hanya dapat diselesaikan dengan dua cara yaitu :
- Melunasi utang pajak dan sanksi pasal 25 ayat (9) UU KUP, dan jika kesulitan likuiditas dapat meminta kebijakan untuk mengangsur atau menunda pembayaran;
- Melanjutkan upaya hukum perpajakan berupa Banding, sehingga atas utang pajak tertangguh sampai putusan banding keluar namun tentu dengan konsekuensi, apabila ditolak akan kena sanksi sebagaimana diatur dalam pasal 27 ayat (5d) UU KUP.
Setelah mendengarkan penjelasan dari penulis, Wajib Pajak memutuskan akan mengambil hak dalam mencari keadilan terhadap sengketa pajak yaitu berupa pengajuan Banding ke Pengadilan Pajak. Berikut ini penulis akan menuangkan tentang mekanisme pengajuan banding ke pengadilan pajak, semoga memberikan informasi yang bermanfaat.
Pengadilan Pajak dan Banding
Pengadilan Pajak
Dalam UU nomor 14 tahun 2002 tentang pengadilan pajak, pengertian Pengadilan pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak, dimana kedudukannya sebagai pembinaan teknis peradilan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung serta pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan dilakukan oleh Kementerian Keuangan.
Pengadilan pajak merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir dalam memeriksa dan memutuskan sengketa pajak, atas putusan pengadilan pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap (inkrah).
Lokasi Pengadilan Pajak :
- Jakarta, Gedung BPKP Jalan Hayam Wuruk nomor 7 kecamatan gambir kota, Jakarta Pusat
- Jogjakarta, Gedung Keuangan Negara Jalan Kusumanegara nomor 11 kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta
- Surabaya, Gedung Keuangan Negara Surabaya I Jalan Indrapura nomor 5 Surabaya
Banding
Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan banding berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam hal ini, pengadilan pajak hanya memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
Tata Cara Pengajuan Banding
a. Pemohon dan Kuasa Hukum
Yang mengajukan banding atau pemohon banding adalah Wajib Pajak untuk orang pribadi dapat diwakili oleh keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua, pengawal, atau pengampu. Dapat juga didampingi atau diwakili oleh satu atau lebih kuasa hukum dengan surat kuasa khusus, dengan syarat :
- Warga Negara Indonesia;
- mempunyai pengetahuan yang luas dan keahlian tentang peraturan perundang-undangan perpajakan;
- persyaratan lain yang ditetapkan oleh Menteri.
b. Persyaratan Banding
- Banding diajukan dengan surat banding dalam Bahasa Indonesia kepada pengadilan pajak;
- Diajukan dalam jangka waktu tiga bulan sejak tanggal diterima keputusan keberatan, kecuali tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan pemohona banding; contoh Keputusan keberatan diterima tanggal 23 Desember 2020, maka batas akhir pengiriman surat banding adalah tanggal 22 Maret 2021.
- Terhadap satu keputusan diajukan satu surat banding;
- Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas, dan dicantumkan tanggal terima surat keputusan keberatan;
- Melampiri salinan keputusan keberatan;
Alasan-alasan yang jelas dalam pengajuan banding memiliki pengertian bahwa surat banding harus mengandung :
- alasan-alasan mengapa surat banding diajukan (posita), termasuk fakta-fakta, seperti pembukuan atau pencatatan, perhitungan pajak, ataupun hal-hal material lainnya.
- hal-hal yang diminta atau dimohonkan dalam tujuan pengajuan banding (petitum).
c. Putusan Pengadilan Pajak Atas Banding
Putusan pengadilan pajak dapat berupa :
- menolak;
- mengabulkan sebagian atau seluruhnya;
- menambah Pajak yang harus dibayar;
- tidak dapat diterima;
- membetulkan keslaahan tulis dan/atau kesalahan hitung, dan atau
- membatalkan
Terhadap putusan di atas tidak dapat diajukan gugatan. Putusan pemeriksaan dengan acara biasa atas banding diambil dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak Surat Banding diterima.
Penutup
Upaya hukum perpajakan berupa keberatan maupun banding merupakan hak Wajib Pajak yang diberikan oleh hukum pajak yang dijamin oleh Undang-Undang Perpajakan sebagai upaya untuk mendapatkan atau memperoleh perlindungan hukum. Hal ini umumnya terjadi seperti diuraikan diawal tulisan dimana Wajib Pajak usaha kelontong yang melihat adanya ketidakadilan dalam penetapan pajaknya, ketidakadilan dapat saja berupa :
- Adanya perbedaan persepsi peraturan perundang-undangan perpajakan antara fiskus dan Wajib Pajak;
- Bisa saja ada kesalahan dari Fiskus maupun Wajib Pajak;
- Adanya tekanan dalam hal ini beban fiskus terhadap target penerimaan sehingga aspek penegakan hukum dan mengabaikan aspek pelayanan, dalam hal ini tidak adanya informasi tentang hak dan konsekuensi.
Sumber : https://nusahati.com/2021/01/bila-memutuskan-banding-atas-sk-keberatan-perpajakan/