Hal penting terkait penghasilan adalah suatu pihak dianggap memperoleh penghasilan ketika pihak tersebut mendapatkan tambahan kemampuan dan tambahan kemampuan disini hanya berbentuk uang dan dapat dinilai dengan uang. Dalam Undang-Undang PPh khususnya pasal 4 ayat (1) huruf d disebutkan Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta, seperti :

  • keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
  • keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
  • keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
  • keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
  • keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;

Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta sering diistilahkan sebagai capital gain, yaitu keuntungan disini yang didapat dalam penjualan aset modal (investasi), akibat aset tersebut memiliki harga jual yang lebih tinggi daripada harga beli. Atas keuntungan modal (capital gain) yang terjadi akibat menjual aset yang nilainya telah meningkat tadi akan dikenakan pajak, artinya hanya keuntungan yang akan dikenai pajak bukan jumlah uang yang diterima.

Jenis Keuntungan

Penjualan harta (aset) dengan harga yang lebih tinggi dari nilai sisa buku atau lebih tinggi dari harga atau nilai perolehan, maka selisih tersebut merupakan keuntungan yang dikenai pajak. Perlu diperhatikan apabila penjualan harta tersebut terjadi dipengaruhi hubungan istimewa, maka harga jual yang dipakai sebagai dasar untuk penghitungan keuntungan dari penjualan adalah harga pasar.

Penjualan aset Jenis Kendaraan

Perusahaan PT. Sinar Bulan melakukan penjualan kendaraan senilai Rp. 120.000.000,- sementara Nilai Sisa Buku kendaraan sebesar Rp. 80.000.000,- Maka keuntungan PT. Sinar Bulan adalah sebesar Rp. 40.000.000,- yang wajib dilaporkan sebagai penghasilan lain dalam laporan laba rugi PT. Sinar Bulan ditahun diperolehnya penghasilan.

Apabila kendaraan tersebut dijual kepada yang memiliki hubungan istimewa, misalkan ke PT. Cahaya Bulan (pemegang saham) seharga Rp. 90.000.000,- (sementara harga pasar adalah Rp. 120.000.000,-), maka tetap nilai kendaraan tersebut dihitung sebesar Rp. 120.000.000,-. Selisih Rp. 40.000.000,- (Rp. 120.000.000,- dikurang Rp. 80.000.000,-)  merupakan keuntungan bagi PT. Sinar Bulan.

Dan bagi PT. Cahaya Bulan selaku pembeli kendaraan tersebut selisih sebesar Rp. 30.000.000,- (Rp. 120.000.000,- dikurang Rp. 90.000.000,-) merupakan penghasilan yang harus dilaporkan dalam laporan laba rugi PT. Cahaya Bulan ditahun diperolehnya penghasilan.

Penjualan Aset Jenis Saham

Perlu diketahui bahwasanya terkait saham, capital gain adalah keuntungan dari selisih harga jual dikurangi harga awal saat pembelian saham pertama kali, sementara dividen adalah laba yang berhasil dibukukan oleh perusahaan yang dibagikan kepada para investor tiap tahun saat RUPS. Terdapat perusahaan dengan status kepemilikan saham terbuka (publik) dengan sebutan populer Perseroan Terbuka (Tbk)  dan kepemilikan saham tertutup dengan sebutan Perseroan tertutup yang saham-sahamnya hanya dapat dimiliki oleh orang-orang tertentu saja.

Atas transaksi saham terbuka (publik) pelaksanaan pemungutan pajak penghasilan (PPh) atas transaksi penjualan saham diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 1997 dan aturan turunannya yaitu Keputusan Menteri Keuangan nomor 282 tahun 1997, dimana penghasilan yang diperoleh WPDN atas penjualan saham merupakan objek PPh yang bersifat final dengan besaran tarif dan DPP nya dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :

  • Penjualan saham oleh orang pribadi atau badan, DPP nya adalah jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham dikalikan tarif 0.1%;
  • Penjualan saham pendiri pada 1 Januari 1997 dan sebelumnya, DPP nya adalah nilai saham perushaan saat penutupan bursa di akhir tahun 1996 dengan tarif tambahan 0.5%;
  • Penjualan saham pendiri yang diperdaganganlan setelah 1 Januari 1997. FPP nya harga saham pada saat penawaran umum perdana dengan tarif tambahan 0.5%.

Atas transaksi saham tertutup, pelaksanaan pemungutasn PPh tidak diatur secara khusus sebagaimana perusahaan terbuka. Dengan demikian, atas keuntungan yang diperoleh dari penjualan saham perusahaan tertutup akan digabungkan dengan penghasilan lainnya dan dikenakan sesuai tarif pada pasa 17 UU Pajak Penghasilan.

Contoh :

Johan Sebastian membeli saham PT. NusaSMS (Perusahaan Tertutup) dari salah satu pemegang sahamnya di harga ekuitas bersih Rp. 10.000/lembar. Setelah lima tahun PT. NusaSMS meraih laba yang menyebabkan nilai ekuitas bersih meningkat ke harga Rp. 25.000/lembar. Berapa keuntungan yang dikenakan pajak kepada Johan Sebastian jika dia memiliki 1000 lot saham dan menjualnya kepada pihak lain. Maka penghasilan Johan Sebastian yang wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan adalah sebesar selisih harga beli dan jual yaitu Rp. 1.500.000.000,-  Harga beli (100.000 lembar X Rp. 10.000,- = Rp. 1.000.000.000,-) dan Harga jual (100.000 lembar X Rp. 25.000,- = Rp. 2.500.000.000,-).

Bagaimana jika transkasi penjualan saham (tertutup) kepada yang memiliki hubungan istimewa? Misal PT. NusaSMS menjual saham harga ekuitas bersih Rp. 10.000/lembar kepada PT. Nusahati (hubungan istimewa) dengan saham harga ekuitas bersih Rp. 12.000/lembar sementara harga wajar berdasarkan penilaian dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) harga saham seharusnya seharga Rp. 25.000/lembar. Berdasarkan contoh ini maka :

  • PT. NusaSMS memiliki penghasilan berupa keuntungan dari penjualan saham Rp. 1.500.000.000,-  Harga beli (100.000 lembar X Rp. 10.000,- = Rp. 1.000.000.000,-) dan Harga jual seharusnya (100.000 lembar X Rp. 25.000,- = Rp. 2.500.000.000,-) walaupun faktanya dia hanya menjual dengan harga Rp. 12.000/lembar.
  • PT. Nusahati memiliki penghasilan berupa keuntungan dari pembelian saham Rp. 1.300.000.000,- Harga beli (100.000 lembar X Rp. 12.000,- = Rp. 1.200.000.000,-) dan Harga beli seharusnya (100.000 lembar X Rp. 25.000,- = Rp. 2.500.000.000,-) walaupun faktanya dia hanya membeli dengan harga Rp. 12.000/lembar.

 

Sumber : www.nusahati.com