Sebagaimana kita ketahui bahwasanya pinjaman, bantuan, dan hibah luar negeri diperlukan bagi suatu negara yang belum mampu membiayai pembangunan dari sumber dalam negeri  termasuk Indonesia walapun wajib dikurangi dengan berjalannya waktu. Beberapa pembiayaan melalui bantuan atau hibah luar negeri tersebut dapat dikelompokkan menjadi beberapa (situs resmi BPKP) yaitu :

  • Consultative Groups on Indonesia (CGI)
    • Bantuan bilateral yaitu bantuan luar negeri yang berasal dari pemerintah suatu negara yang tergabung dalam CGI, seperti Jepang, Jerman Barat, Amerika Serikat dan lain-lain, melalui suatu lembaga/badan keuangan yang dibentuk oleh negara yang bersangkutan untuk mengelola/ melaksanakan segala sesuatu yang berhubungan dengan pemberian bantuan luar negeri tersebut kepada negara peminjam. Sebagai contoh, Jepang dengan JBIC (Japan Bank for International Cooperation).
    • Bantuan bilateral yaitu bantuan luar negeri yang berasal dari pemerintah suatu negara yang tergabung dalam CGI, seperti Jepang, Jerman Barat, Amerika Serikat dan lain-lain, melalui suatu lembaga/badan keuangan yang dibentuk oleh negara yang bersangkutan untuk mengelola/ melaksanakan segala sesuatu yang berhubungan dengan pemberian bantuan luar negeri tersebut kepada negara peminjam. Sebagai contoh, Jepang dengan JBIC (Japan Bank for International Cooperation).
  • Non Consultative Groups on Indonesia
    • Bantuan bilateral yaitu bantuan luar negeri yang berasal dari suatu badan yang dibentuk oleh negara pemberi bantuan seperti SFD (Saudi Fund for Development) dan KFAED (Kuwait Fund for Arab Economic Development).
    • Bantuan multilateral, yaitu bantuan luar negeri yang berasal dari lembaga/badan keuangan internasional dimana Indonesia termasuk anggotanya seperti IDB (Islamic Development Bank).
  • Pinjaman/hibah lainnya seperti dari PBB, UNDP, US-Exim Bank, Japan Exim Bank dan KFW (Jerman).

Dalam tulisan kali ini, akan mencoba melihat dari sisi aturan perpajakan terkait implikasi pinjaman, bantuan dan hibah luar negeri sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia, semoga memberikan sudut pandang yang bermanfaat. Misalkan dalam sebuah perusahaan ditunjuk sebagai kontraktor utama suatu proyek yang merupakan bantuan/hibah yang disepakati antara pemerintah Indonesia (diwakili Kementerian PUPR) dengan negara yang tergabung dalam CGI sebagaimana dimaksud di atas.

Jenis Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Dasar Hukum

  • Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2020 tentang pemberian pembebasan PPN atau PPN  dan PPnBM kepada Perwakilan Negara Asing (PNA) dan Badan Internasional;
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 161/PMK.03/2014 tentang tata cara pengembalian PPN atau PPN dan PPnBM yang telah dipungut kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta pejabatnya.
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.03/2014 s.t.d.t.d nomor 33/PMK.03/2018 tentang tata cara penerbitan SKB PPN atau PPN dan PPnBM yang telah dipungut kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta pejabatnya.

Surat Keterangan Bebas PPN

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas Barang Kena Pajak baik kendaraan bermotor (roda empat) dan selain kendaraan motor, maka :

  • atas impor BKP oleh PNA serta pejabat PNA dan Badan Internasional serta pejabat badan internasional dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan PPnBM.
  • atas penyerahan BKP dan/atau JKP kepada PNA serta pejabat PNA dan Badan Internasional serta pejabat badan internasional dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan PPnBM.

Adapun pembebasan kepada PNA serta Pejabat PNA hanya dapat diberikan oleh Menteri Keuangan setelah mendapat rekomendasi dari Menteri Luar Negeri atau Pejabat yang ditunjuk, dan pembebasan kepada  Badan Internasional serta pejabat badan internasional setelah mendapat rekomendasi dari Menteri Sekretaris Negara atau pejabat yang ditunjuk. Baik Menteri Luar Negeri atau Menteri Sekretaris Negara atau Pejabat yang ditunjuk menyampaikan :

  • permohonan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah  kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing, dilampiri surat rekomendasi Menteri Luar Negeri atau Menteri Sekretaris Negara disertai bukti-bukti pendukung, untuk perolehan dalam negeri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
  • permohonan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dilampiri surat rekomendasi Menteri Luar Negeri atau Menteri Sekretaris Negara, untuk impor Barang Kena Pajak.

Adapun bukti-bukti pendukung paling kurang :

  • Asli proforma invoice dan fotokopi Purchase Order atau dokumen lain yang dapat dipersamakan; dan
  • Bukti-bukti pendukung yang dipersyaratkan oleh Kementerian Luar Negeri atau Kementerian Sekretariat Negara.

Pengembalian PPN

Sementara atas  permintaan pengembalian (restitusi)  atas  Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas impor Barang Kena Pajak atau penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang telah dipungut dari:

  • Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing; atau
  • Badan Internasional serta Pejabat Badan Internasional,

dapat diajukan dengan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan menteri keuangan yang mengatur mengenai tata cara penerbitan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta Pejabat Perwakilan Negara Asing dan Pejabat Badan Internasional.

Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional serta pejabatnya mengajukan surat permintaan pengembalian Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah kepada Menteri Keuangan melalui Menteri Luar Negeri atau Menteri Sekretaris Negara. Menteri Luar Negeri atau Menteri Sekretaris Negara atau pejabat yang ditunjuk menyampaikan surat permohonan pengembalian Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah kepada Kepala Kantor Pajak Badan dan Orang Asing dengan dilampiri surat rekomendasi Menteri Luar Negeri atau Menteri Sekretaris Negara atau pejabat yang ditunjuk disertai bukti-bukti pendukung. Adapun bukti pendukung meliputi paling kurang:

  • Asli Faktur Pajak dan/atau asli dokumen lain yang dipersamakan sebagai Faktur Pajak;
  • Bukti dan/atau dokumen pembayaran; dan
  • Bukti-bukti pendukung yang dipersyaratkan oleh Kementerian Luar Negeri atau Kementerian Sekretariat Negara.

PPN Tidak Dipungut

Dalam Keputuan Menteri Keuangan nomor 486/KMK.04/2000 tentang perubahan kedua KMK nomor 239/KMK.01/1996 tanggal 1 April 1996 sebagaimana telah diubah dengan KMK nomor 463/KMK.01/1998 tanggal 21 Oktober 1998 tentang bea masuk, bea masuk tambahan, PPN dan PPnBM, dan Pajak Penghasilan dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) yang terutang sejak 1 April 1995 atas impor Barang Kena Pajak (BKP), pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean, pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, penyerahan BKP dan/atau JKP oleh Kontraktor Utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang seluruh dananya dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak dipungut.

Atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Kontraktor, Konsultan, dan Pemasok Utama wajib membuat Faktur Pajak yang dibubuhi cap “PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH TIDAK DIPUNGUT”.

Jenis Pajak Pajak Penghasilan

Dasar Hukum

  • Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2001 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 1995 tentang bea masuk, bea masuk tambahan, PPN dan PPnBM, dan Pajak Penghasilan dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri.
  • Keputuan Menteri Keuangan nomor 486/KMK.04/2000 tentang perubahan kedua KMK nomor 239/KMK.01/1996 tanggal 1 April 1996 sebagaimana telah diubah dengan KMK nomor 463/KMK.01/1998 tanggal 21 Oktober 1998 tentang bea masuk, bea masuk tambahan, PPN dan PPnBM, dan Pajak Penghasilan dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri.

a.  Pajak Penghasilan (PPh)

Pajak Penghasilan yang terutang oleh Kontraktor, Konsultan dan Pemasok Utama atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah luar negeri, ditanggung oleh Pemerintah. Pajak Penghasilan yang terutang oleh Kontraktor, Konsultan, dan Pemasok Utama yang ditanggung oleh Pemerintah dapat dikreditkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun yang sama.

Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh Pemerintah atas pembayaran dari Bendaharawan atau badan lain yang ditunjuk, dibuatkan SSP PPh atau Bukti pemungutan PPh yang dibubuhi cap “PAJAK PENGHASILAN DITANGGUNG OLEH PEMERINTAH”.

Hal yang perlu diperhatikan adalah apabila Surat Pemberitahuan Tahunan pajak penghasilan menyatakan kelebihan pembayaran, maka kelebihan pembayaran yang berasal dari Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh Pemerintah tidak dikembalikan.

b. PPh Pasal 21/26

Dalam pasal 3 ayat (1) dan (2) UU PPh menyebutkan yang tidak termasuk subjek pajak adalah :

  • Kantor Perwakilan Negara Asing;
  • pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
  • Organisasi-organisasi internasional dengan syarat :
    • Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;
    • tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.
  • pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional dengan syarat bukan WNI dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

Diluar dari ketentuan Pasal 3 ayat (1) dan (2) UU PPh tersebut maka PPh Pasal 21/26 yang terutang oleh karyawan asing yang bekerja pada Kontraktor, Konsultan dan Pemasok Utama maupun Kontraktor, Konsultan, dan Pemasok Lapisan Kedua atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, dipotong atau dibayar sesuai dengan UU PPh dengan memperhatikan tax treaty apabila karyawan asing tersebut adalah subjek pajak luar negeri.

Penutup

Karena sifatnya negara masih memerlukan bantuan, pinjaman, hibah luar negeri sehingga atas aspek perpajakannya diberikan fasilitas baik PPh maupun PPN melalui pembebasan, tidak dipungut dan/atau ditanggung pemerintah namun demi tertib administrasi perpajakan Wajib Pajak bersangkutan juga wajib melaksanakan sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku seperti penerbitan faktur pajak sebagaimana diatur dalam UU PPN  dan ketentuan lainnya jika tidak ingin menjadi persoalan dikemudian hari.

 

Loading

Sumber : www.nusahati.com