Dalam tulisan-tulisan terdahulu telah dibahas sekilas tentang pajak-pajak di negara-negara tertentu diantaranya :
- Mengenal Pajak Negara India
- Mengenal Pajak Negara Zambia
- Mengenal Pajak Negara Rusia
- Mengenal Pajak Negara Slovenia
Kali ini, penulis mencoba mengangkat terkait pajak di Negara kerajaan Arab Saudi yang penulis kutip dari beberapa sumber di google semoga memberi informasi yang bermanfaat bagi pembaca setia nusahati.
Sekilas Negara Arab Saudi
Negara Arab Saudi secara resmi di kenal sebagai Kerajaan Arab Saudi atau Kingdom of Saudi Arabia (KSA), adalah sebuah negara Arab di Asia Barat yang mencakup hampir keseluruhan wilayah Semenanjung Arabia. Dengan luas wilayah kira-kira 2.150.000 km2, Arab Saudi secara geografis merupakan negara terbesar ke lima di Asia dan kedua terbesar di Dunia Arab setelah Aljazair. Arab Saudi berbatasan langsung dengan Yordania dan Irak ke utara, Kuwait ke timur laut, Qatar, Bahrain, dan Uni Emirat Arab ke timur, Oman ke tenggara, dan Yaman ke selatan. Negara ini terpisah dengan Israel dan Mesir oleh Teluk Aqaba.
Negara ini adalah satu-satunya negara yang memiliki dua pesisir penting, yakni Laut Merah dan Teluk Persia, dan sebagian besar wilayah Arab Saudi merupakan gurun pasir. Negara Arab Saudi adalah negara pengekspor minyak nomor satu di dunia. Perindustriannya ditopang oleh sektor minyak bumi dan petrokimia.
Arab Saudi menggunakan sistem kerajaan atau monarki dalam menjalankan pemerintahannya. Hukum yang digunakan adalah hukum Syariat Islam dengan berdasarkan pada pengamalan ajaran Islam.
Sitem perpajakan
Kerajaan Arab Saudi juga menggunakan istilah dharibah untuk pajak, pajak yang termasuk dalam istilah ini meliputi PPh, PPN, dan Pajak komoditas selektif (cukai). PPh adalah ketentuan sistem pajak penghasilan yang berlaku bagi perusahaan dana penduduk untuk saham mitra non-Saudi, baik yang bersifat alami atau legal, penduduk atau bukan penduduk. Berlaku untuk bukan penduduk. Artinya, PPh dikenakan atas penghasilan perusahaan atau badan.
a. PPh Badan
PPh Badan sudah dikenakan di Arab Saudi dengan Tarif PPh Badan yang berlaku umum di Arab Saudi adalah sebesar 20%, termasuk juga subjek pajak luar negeri yang melakukan bisnis dan memperoleh penghasilan di Arab Saudi melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT). Bagi perusahaan minyak dan hidrokarbon dikenakan tarif tertinggi yaitu sebesar 85%, sedangkan untuk perusahaan yang bergerak di gas alam dikenakan tarif sebesar 30%.
Sampai saat ini Arab Saudi tidak memiliki aturan controlled foreign corporation (CFC) dan juga tidak memiliki aturan khusus yang mengatur mengenai transfer pricing. Hingga saat ini, sudah 32 negara yang melakukan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) atau tax treaty dengan Arab Saudi dan 22 negara yang masih melakukan negosiasi tax treaty. Indonesia sudah mempunya perjanjian penghindaran pajak berganda (tax treaty) dengan Kerajaan Saudi Arab sejak 1991.
b. PPh Orang Pribadi
Negara yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas gurun pasir ini tidak memberlakukan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi (OP). Meskipun tidak mengenakan PPh OP, otoritas pajak Arab Saudi yang bernama General Authority of Zakat and Tax (GAZT) menetapkan zakat yang harus dibayar oleh pemegang saham individu atau badan dengan tarif sebesar 2,5%.
c. Pajak Pertambahan Nilai
Akibat dari krisis keuangan yang melanda negara ini, pemerintah Arab Saudi berencana akan menerapkan PPN dan pajak atas produk-produk merugikan kesehatan, seperti tembakau dan minuman ringan. Maka sejak tahun 2018 pemerintah Arab Saudi untuk pertama kalinya menerapkan pajak untuk warganya. Langkah ini diambil setelah sumber pemasukan utama Saudi, yaitu minyak, menurun drastis. Kantor berita Arab Saudi, Saudi Press Agency, mengatakan dekrit kerajaan Saudi soal penetapan pajak pertambahan nilai atau PPN untuk pertama kalinya di negara itu akan segera dikeluarkan. Pemerintah Saudi akan menerapkan PPN 5 persen untuk beberapa jenis barang.
d. Pajak Komoditas Selektif (Cukai)
Pajak Komoditas Selektif dikenakan pada barang-barang yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat, lingkungan atau barang mewah dalam berbagai proporsi, yaitu minuman ringan, minuman energi, tembakau dan turunannya. Pajak ini juga baru dikenakan tahun 2017.
Sekilas Perbedaan Istilah
Umumnya otoritas pajak menggunakan istilah revenue yaitu penerimaan negara, seperti IRS, dan IRAS. Revenue memang mirip artinya dengan income. Kerajaan Arab Saudi menggunakan income tax dengan dharibah ad-dukhul. Dan otoritas penerimaan juga menggunakan istilah ad-dukhul dan diterjemahkan sebagai tax (General Authority Of Zakat and Tax)
Istilah mukus atau maks bukan pajak tapi palak, beberapa menterjemahkan maks dengan pungutan liar (pungli) sementara Imam Nawawi menjelaskan maks dengan “setiap pungutan liar dari masyarakat“. Baik palak maupun pungli di masyarakat Indonesia memang ada. Istilah palak digunakan jika pelaku seorang preman atau bukan aparat. Sedangkan pungli digunakan untuk pungutan yang dilakukan oleh aparat tetapi sebenarnya aparat tersebut tidak memiliki kewenangan, atau atas pungutan tersebut tidak ada dasar hukumnya.
Dibandingkan dengan negara Indonesia pajak memiliki dasar hukum. Bahkan Undang-undang Dasar 1945 sudah mencantumkan. Jadi sebelum Indonesia merdeka, para pendiri NKRI sudah berpikir dasar hukum pembiayaan negara melalui pajak. Bahkan, walaupun Undang-undang Dasar 1945 mengalami beberapa amandemen, pajak tetap dicantumkan. Terakhir tentang pajak tercantum dalam Pasal 23A.